Matematika itu asyik seperti orang yang mau tidur. Siapkan baju hangat, pules deh! |
Saya ingin mengawali tulisan ini dengan sebuah peristiwa
yang dialami anak saya yang sekarang masih berusia 3,5 tahun. Suatu saat dia
menata banyak benda yang ada di kamarnya. Biasanya paling dia membentuknya
menjadi panjang seperti kereta api. Namun ketika itu tidak. Qowiyy menata
benda-benda itu (ada buku, pensil, kotak minuman, botol sambal, dsb) hingga
menjadi lingkaran yang besar sampai memenuhi kasur. Ketika saya datang membawa
adiknya yang baru saja mandi untuk ganti pakaian saya kagum dengan yang dikerjakan
Qowiyy. Lalu, saya bertanya,”Wow, keren banget! Bikin apa itu Mas?” Anak saya
menjawab,”Ini lingkaran besar Bunda. Eit, Bunda dan adik nggak boleh ke sini,
soalnya ini mobilnya macet (sambil menunjuk benda-benda yang ditatanya) panjang
sekali. Kayak yang ada di Jakarta itu lho, yang ada air mancurnya (maksudnya
adalah Bundaran HI). Jangan ke sini ya, ntar sempit kasurnya, rusak
macet-macetannya.”
Mana matematikanya ya? Sepertinya tak ada hitung-hitungannya
ya? Memang tidak ada, namun perlu diketahui matematika tidak sesempit itu. Matematika
sejatinya adalah melatih daya nalar anak, membangun logika anak agar anak mampu
menyelesaikan masalah. Berhitung memang bagian dari matematika, penting juga. Maka
sebaiknya, tak perlu dipertentangkan. Saya pernah pengalaman mengadakan tes
hitung dasar (pola seperti tes toefl yang dibatasi waktu) dan tes matematika
yang melibatkan konsep dasar dan pemecahan masalah. Ada dua sekolah yang
menunjukkan hasil berbeda namun ini menjadi pelajaran yang sangat berharga.
Sekolah yang pertama, siswa-siswanya sangat cepat
mengerjakan tes hitung dasarnya. Dan rata-rata hasilnya sangat memuaskan. Namun,
ketika mengerjakan tes yang satunya rata-rata tak lebih dari 7. Sekolah yang satunya
kebalikannya. Dari rentetan cara penyelesaian masalah dari konsep dasar yang
diberikan, siswanya tak mengalami kesulitan. Siswa paham konsep dengan benar
sehingga bisa menentukan jalan/cara menyelesaikan masalahnya. Namun, karena
hasil tes hitung dasarnya lemah, permasalahan konsep dasar yang membutuhkan
hitungan meski sedikit, anak-anak tak mampu mengerjakannya.
Jadi, sebenarnya keduanya bekerja saling melengkapi.
Pemahaman konsep dasar sangat diperlukan dalam aplikasi memecahkan masalah
keseharian, sedangkan berhitung sebagai alat yang dalam keadaan tertentu juga
dibutuhkan. Termasuk untuk balita.
Kembali ke jawaban Qowiyy anak saya tadi. Lingkaran. Konsep
dasar lingkaran ternyata Qowiyy sudah mengenalnya dengan baik. Banyaknya
benda-benda di sekitar yang berbentuk lingkaran semakin membantu dia lebih
mengenal apa itu lingkaran. Selanjutnya, besar. Ini juga logika matematika.
Qowiyy sudah bisa membedakan lingkaran besar dan kecil buktinya. Bahkan pernah
dia menyanyi lagu “Lingkaran kecil lingkaran kecil, lingkaran besar” dia pun
bisa memutar badannya sesuai dengan lagunya. Kalau lingkaran kecil, ya, dia
hanya memutar badannya kecil saja. Dan akibar baik selanjutnya adalah Qowiyy
akhirnya memahami konsep luas sederhana. Tahu dari mana? Dari kata “sempit”
yang diucapkannya. Qowiyy juga bisa melakukan proses generalisasi dengan baik,
bahwa kalau terjadi macet maka bisa dipastikan ada mobil yang berjalan lambat
dalam antrian panjang. Ya, panjang juga merupakan konsep matematika.
Anak saya sudah dalam keadaan senang memainkan benda-benda
di kamar menjadi sebuah lingkaran besar dan kemacetan yang panjang. Saya pun
kembali bertanya,”Truknya yang mana ya?” Qowiyy menunjuk buku dan botol sambal.
Saya bertanya lagi,”Ada berapa truknya?” Dia pun bisa menjawab,”Dua.” Selesai.
Adakah berhitungnya? Ada, tapi ketika belajar itu, ketika menjawab pertanyaan
saya, Qowiyy dalam keadaan senang bermain.
Belajar matematika ketika balita sebenarnya tak perlu
susah-susah. Bangun dulu logika anak tentang konsep dasar sederhana dan jika
mau ditambahi hitungan, juga hitungan yang sederhana disesuaikan usianya.
Matematika anak usia dini sifatnya lebih pada persiapan anak agar kelak bisa belajar matematika yang lebih
mendalam lagi.
Toh, pada dasarnya hitung sederhana seperti penjumlahan dan
pengurangan sudah sering dipahami anak balita sehari-hari, meski mereka belum
mengerti simbol kurang (-) atau tulisan lengkap seperti 1-1=0. Ketika segelas
susunya habis diminumnya anak sebenarnya sudah mengenal bahwa dia minum susunya
maka susu dalam gelas akan habis. Atau ketika dia mengambil 2 telur di kulkas
lalu telur yang diambilnya ternyata jatuh dan pecah satu, dia pun mengerti bahwa
kini tinggal 1 telurnya yang masih utuh.
Dan ini memang harus disiapkan. Seorang psikolog anak
berkata bahwa salah satu indikasi anak siap belajar adalah bahwa kemampuan
logika anak bagus disamping kemampuan linguistiknya. Dari hal ini wajar sekali
jika pendidikan anak usia dini khususnya TK A dan TK B memasukkan sentra
persiapan di dalam kurikulumnya. Yang terpenting adalah bagaimana menyiapkan
kemampuan logika ini dengan cara bermain, dengan cara yang lebih memanusiakan
anak-anak, yaitu dengan cara yang menyenangkan.
Balita belajar matematika? Asyik kok!
wah inspiring mbak.. bisa dijalankan nih.. kalo ifa lagi suka berhitung.. tapi masih loncat-loncat.. atu, ua. lima, ju, apan, lan, luh.. :D tiap kali bundanya menakar beras atu memasukkan gayung demi gayung ke ember dia pasti menghitungnya.. :) dunia anak emang awesome..
BalasHapusmemang ya, dunia anak2 adalah dunia bermain. Maka ketika anak2 belajar, maka belajarnya pun dari acara bermainnya anak2. Dan menjadi orang tua memang harus peka ya mba, thdp semua itu :)
BalasHapus