Sabtu, 09 Mei 2015

Merawat Buku Agar Awet

                Buku adalah jendela dunia. Para pecinta buku suka berkorban lebih demi bisa membeli buku. Ya, apalagi sering kali buku tak terbit dua kali, kecuali buku yang benar-benar best seller. Namun, pecinta buku tidak hanya mengincar buku semacam ini. Sering kali mereka membeli dan melahap buku yang menjadi minat mereka. Ada yang sampai menyisihkan uang saku, ada pula yang harus rela ikut kuis berhadiah buku, atau bekerja sampingan agar ada pendapatan untuk membeli buku.

               Namun, yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana buku juga tetap awet dan tak gampang rusak. Minimal ada 4 cara agar buku memiliki ketahanan fisik yang bagus sehingga bisa dinikmati lebih lama.

                Usahakan setelah membeli buku, Anda melakukan proses penyampulan. Sekarang di toko buku pun menyediakan jasa seperti ini. Tujuannya sederhana, agar sampul buku tak mudah rusak. Anda juga tak banyak mengeluarkan uang untuk jasa ini jika Anda enggan menyampulnya sendiri. Kualitas sampul yang disediakan toko buku juga relatif bagus dan kuat. Anda hanya meluangkan waktu tak lebih dari 5 menit untuk menyampul 1 buku di toko buku. Bahkan, Anda pun bisa memanfaatkan fasilitas sampul buku gratis di toko buku untuk beberapa jenis buku. Biasanya dilihat dari harga bukunya.

          Buku pun berhasil Anda beli, sampul, dan siap Anda baca. Sikap membaca juga sangat mempengaruhi keawetan buku. Bandingkan ketika Anda membaca buku dengan tidur-tiduran dengan membaca buku sambil duduk tenang! Ketika Anda membaca buku dengan posisi tiduran, sering kali Anda malah tertidur dan buku tergeletak entah ke mana. Bahkan buku bisa menjadi bantal Anda. Adakalanya buku terinjak tubuh Anda dalam keadaan terbuka,dsb. Alhasil, halaman buku ada yang terlipat tak karuan, cover buku demikian halnya. Bahkan ada yang sampai sobek karena terkena keringat tubuh Anda ketika tertidur. Buku menjadi cepat rusak. Nah, sudah saatnya Anda kini membaca buku dengan sikap yang lebih benar, yaitu dengan duduk tenang. Jika mata mengantuk, Anda tinggal berdiri dan meletakkan kembali buku ke tempatnya semula.

                Dimanakah tempat buku yang tepat? Anda memang harus memiliki rak atau almari khusus buku. Entah Anda menatanya dengan posisi buku berdiri atau tidur, terserah saja. Jika Anda menyusun buku dalam keadaan buku berdiri, usahakan tidak ada buku yang diletakkan di atasnya lagi meski masih ada ruang yang kosong. Biasanya ini suka terjadi jika rak sudah tak muat sedang buku yang dipunya jumlahnya banyak. Terpaksa, Anda harus menyediakan rak lagi. Anggarkan ini!

                Mungkin Anda akan berpikir, buku lama lebih baik disimpan saja. Tidak perlu ditaruh di rak, agar buku baru kebagian tempat. Lantas Anda pun menyimpan buku lama di dalam kardus. Ini solusi yang tidak terlalu baik, sebenarnya. Buku yang disimpan di dalam kardus ada kecenderungan malah mudah rusak. Bisa jadi malah jadi sarang kecoa, digigiti tikus jika di rumah banyak tikus, bahkan kondisinya bisa lembab dalam kardus. Kelembaban ini bias merusak sampul buku. Jika memang belum punya rak baru, menyumbangkan buku lama ke taman baca akan terasa lebih baik. Atau Anda bisa membuat rak buku sendiri dari bahan kardus bekas. Namun, tidak ditutup rapat sehingga buku tetap mendapat hawa segar.

Rak buku dari kardus bekas


          Buku memang barang berharga. Merawatnya juga tak bisa asal-asalan saja. Menyampulnya, membacanya dengan sikap yang benar, menyusunnya dengan rapi, dan tidak menyimpannya rapat dalam kardus adalah beberapa cara agar keawetan fisik buku tetap terjaga. Kalau buku tampak bagus, maka membacanya juga akan enak saja, meski buku lama. Yuk, rawat buku yang kita punya!

Rabu, 15 April 2015

5 Cara Agar Daycare Senantiasa Diminati

Salah satu variasi kegiatan anak dengan menghadirkan sesuatu dari alam

                Yang namanya bisnis kalau laris, senang, bukan? Apalagi sampai sering menolak. Termasuk jika Anda, khususnya ibu rumah tangga yang mengelola bisnis daycare/penitipan anak. Pasti, pemilik daycare berharap selain daycare bisa memberi manfaat seluas-luasnya kepada orang tua bekerja yang ingin menitipkan anaknya. Berharap daycare tak pernah sepi, kuota jumlah anak terpenuhi. Minato rang tua terhadap daycare tinggi.

                Wah, bagaimana caranya? Ada 5 cara ampuh agar daycare senantiasa diminati orang tua sehingga mereka nyaman menitipkan anaknya di daycare.

                Pertama, jangan anggap remeh soal makna daycare. Beda, bukan, kesan yang ditangkap orang tua jika pemilik daycare memasang spanduknya besar dengan tulisan “tempat penitipan anak” dibandingkan dengan “rumah bermain anak”? Ini akan menimbulkan persepsi pada orang tua. Kesan positif lebih timbul jika pemilik daycare memaknai daycare sebagai rumah bermain anak. Bermain adalah kebutuhan utama anak selain kasih sayang. Anak pasti senang dan betah di daycare karena kebutuhan bermainnya terpenuhi. Sedang kesan “tempat penitipan anak”, ya, seolah anak hanya sekedar dititip. Wajar jika akhirnya orang tua senantiasa menanyakan program kegiatan anak di daycare. Jika kebutuhan anak bermain terpenuhi, orang tua akan mempercayakan anaknya di daycare selama mereka bekerja.

                Kedua, kegiatan anak yang bervariasi serta mengasah tumbuh kembang anak. Tujuannya, biar anak tidak bosan dan merasa kaya entah dari segi kognitif maupun ketrampilan yang sesuai dengan jenjang usianya. Hal yang paling menyenangkan adalah manakala anak di rumah juga mengajak orang tuanya melakukan hal serupa seperti yang dilakukan di daycare. Misalkan di daycare anak membuat kreasi dari biji jagung, sesampainya di rumah meminta orang tuanya melakukan hal serupa dengannya ketika di daycare. Anak berkurang banyak kecanduan main gadget dan menonton televisi.

           Ketiga, ada laporan perkembangan anak. Minimal per tiga bulan sekali. Namun demikian, pencapaian kemampuan dan perkembangan anak setiap hari perlu ada laporannya juga. Yang sifatnya harian bisa berupa lembar observasi harian yang kemudian diserahkan/dilaporkan secara verbal kepada orang tua. Sedangkan yang sifatnya per tiga bulan bisa berupa lembaran seperti rapor pada umumnya. Laporan ini sangat dinanti orang tua karena mereka jadi tahu bagaimana hasil anaknya di daycare. Ini bukan tentang anak cerdas atau tidak, tapi lebih pada bagaimana orang tua juga bisa bersinergi menstimulus tumbuh kembang anaknya di rumah.

                Keempat, tempat daycare yang strategis. Bagaimanapun orang tua berharap bisa menggunakan waktunya lebih efektif dan efisien dalam setiap aktivitasnya. Membawa anak ke daycare sejalan dengan ke tempat kerja. Tak perlu putar jalan, apalagi sampai harus melewati jalanan kecil berkelok-kelok yang malah akan menghabiskan waktunya. Tempat daycare yang strategis, seperti dekat dengan sarana transportasi biasanya akan sering dicari orang tua. Selain itu lokasi daycare yang berada di perumahan juga sangat mendukung mengingat tingkat keamanan yang cukup tinggi jika anaknya berada di daycare.  Bosan di dalam daycare, keliling perumahan masih aman untuk anak mengingat ada satpam yang senantiasa berjaga. Tentu, pihak daycare harus menjalin kerjasama dengan satpam tersebut.

          Kelima, pengasuh dan guru yang sabar menghadapi anak serta semangat belajar yang tinggi. Faktanya, orang tua tak terlalu pusing soal lulusan apa pengasuh yang bekerja di daycare. Ya, mereka sadar karena mencari pengasuh itu memang gampang-gampang susah. Asal pengasuh sabar dan bertutur kata baik kepada anak, orang tua sudah sangat senang membiarkan anaknya di daycare selama mereka bekerja. Pemilik daycare jangan sampai terlena. Pengasuh juga tetap diasah pengetahuan dan ketrampilannya dalam mendidik anak. Kegiatan anak yang bervariasi sangat menuntut pengasuh pada akhirnya untuk kreatif dsb. Mengikutkan pengasuh ke pelatihan dan seminar akan sangat membantu mereka. Orang tua anak perlu mendapat informasi ini bahwa meski mungkin pengasuh hanya lulusan SMA, namun semangat belajar mereka sangat tinggi.


                Masih ada lagi hal-hal lain yang bisa menyebabkan daycare senantiasa diminati dan tak pernah sepi, diantaranya marketing yang tepat, harga yang terjangkau, dan pelayanan yang memuaskan. Lima hal di atas termasuk yang paling penting. Jika pemilik daycare memperhatikannya dengan baik, maka tiap hari keberadaan daycare akan ditanya orang tua, entah survey langsung ke daycare, telepon, atau melalui pesan. Pasti senang, bukan? 

Rabu, 08 April 2015

Tips Membangun Keluarga Bahagia



                Bahagia adalah impian setiap manusia. Bahkan semua orang yang terhimpun dalam sebuah wadah bernama keluarga. Orang tua dan anak ingin bahagia. Bahkan, mereka berharap bahwa jika ada masalah kembalinya tetap ke keluarga. Agar otot masalah kendur dan wajah kembali tersenyum.

                Perlu ada upaya agar keluarga bahagia. Ya, bahagia di sini lebih mengarah ke suasana hati, tentu saja. Kiat-kiat berikut bisa membantu agar kebahagiaan senantiasa mengalir dalam keluarga.

                Semua berawal dari suasana pagi hari. Masing-masing anggota keluarga biarkan memulai harinya dengan caranya masing-masing. Hargai dan jangan protes! Ada yang mungkin bangun tidur segera ke kamar mandi, cuci muka, lalu melakukan ibadah yang menenangkan hati. Ada juga yang begitu mata melek, masih suka rebahan di kamar sambil menikmati berita terhangat di dunia maya meski hanya 5 menit saja. Atau anak-anak, bangun tidur segera membuka kulkas mencari apa yang bisa mengisi perut laparnya. Apapun itu biarkan terjadi. Itu adalah kesenangannya. Pagi hari dimulai dengan tanpa gangguan satu dengan yang lainnya akan menjadi pemicu bahagia sepanjang hari.

                Memang, tampak sendiri-sendiri jadinya. Tapi, dengan menghargai aktivitas tersebut, anggota keluarga juga merasa senang melakukan kesenangannya, tanpa ada gangguan. Namun, kegiatan bersama juga perlu dimunculkan untuk membangun keluarga bahagia. Misalnya olahraga. Ya, meski sekedar jalan-jalan sekitar rumah 30 menit sambil ngobrol dan menikmati alam. Dengan berolahraga, asupan dan oksigen dalam tubuh tercukupi dengan baik. Stres hilang, yang muncul adalah ketenangan dan kebahagiaan. Tabel bersama pun menjadi alternatif kegiatan yang menyenangkan bisa dilakukan di rumah. Ayah menghaluskan bumbu, ibu menggoreng, anak memotong sayur, dsb. Asyik, lho! Dapur jadi ramai.

                Kebersamaan memang melahirkan kebahagiaan. Momen makan bersama, minimal sekali dalam sehari, harus benar-benar menjadi agenda utama. Entah itu di rumah atau meluangkan waktu makan bersama di luar rumah. Ketika makan bersama ada momen berbagi dan melayani.

              Membangun kebahagiaan dalam berkeluarga tak kalah pentingnya dimulai dari visi dan misi keluarga itu. Rapat bulanan bisa menjadi sarana untuk menyatukan visi dan misi itu. O, o, jangan dibayangkan seperti rapat formal pada umumnya. Rapatnya dalam suasana santai saja, asal ada kesempatan untuk mengutarakan ide, uneg-uneg, masalah, keinginan, ketidaksukaan, dsb. Terbuka dan saling menerima. Berbeda bukan keluarga yang berjalan dengan arah yang jelas dibandingkan dengan keluarga yang asal jalan?

                Keluarga bahagia pondasi dari sistem masyarakat yang baik. Upaya untuk mewujudkannya memang harus dijalani agar fungsi keluarga sebagai tempat rekreasi juga bisa terlaksana dengan baik. Keluarga sumber melepas penat dan kaya solusi. Berbagai masalah bisa terurai di sini. Akhirnya, bahagia akan bersemi.

Akankah Rapor Ramadhan Kali Ini Merah?



            Ehm, sebentar lagi tahun ajaran baru akan datang. Anak-anak yang sekolah sebelumnya pun deg-deg-an bagaimana hasil rapornya. Akankah tuntas untuk seluruh mata pelajarannya? Jika ada yang faktanya belum tuntas pun, orang tua dan guru berupaya semaksimal mungkin agar ke depannya si anak ada peningkatan.

           Ramadhan juga datang setiap tahun. Setiap muslim yang beriman merasakan kehadirannya. Rapornya pun ada dan berbeda-beda hasilnya. Tentunya, tak ada yang berharap ada nilai merah di sana. Berlomba-lomba dalam kebaikan menjadi ujung tombak bagaimana meraih kemuliaan Ramadhan.

            Para salafusshalih bahkan sangat bergembira dengan datangnya Ramadhan. Mereka menyingsingkan lengan agar Ramadhan bisa dijalani dengan maksimal. Rasulullah, selama Ramadhan menutup buku-buku lalu mengambil mushaf dan membacanya di masjid. Di sela-selanya, Nabi berwudhu. Ramadhan adalah bulan Al Quran. Imam Ahmad demikian halnya. Beliau tinggalkan sementara urusan fatwa, lalu duduk berdzikir melantunkan kalam Allah.

            Ramadhan itu sakral. Namun, kerinduan akan kesakralan itu memang membutuhkan energi yang membumbung tinggi. Diperlukan tingkat pemahaman yang memadai agar Ramadhan pergi menyisakan gelar taqwa hakiki. Namun, begitulah manusia. Kadang tidak mengerti. Kendala manajemen waktu yang belum terlatih sehingga masih menyibukkan manusia pada hal-hal yang semestinya tak menjadi prioritas. Masih ada peluang manusia menghibur diri justru bukan dengan mendekatkan diri pada sang Illahi. Astaghfirullah. Menuliskan hal ini sungguh sebagai cambuk bagi diri. Mari kita perbaiki!

            Ada banyak teladan yang bisa kita ambil agar rapor Ramadhan kali ini tidak merah. Ibnu Syarahil contohnya. Kesenangannya bersujud, bersimpuh tunduk takut pada-Nya menyebabkan keningnya termakan tanah. Abdullah bin Zubair, saking nikmatnya menegakkan sholat di Ka’bah sampai-sampai tak terasa sudah dihujani batu-batu oleh orang kafir. Ustman bin Affan selalu khatam setiap harinya dan Umar bin Khattab yang selalu meneteskan air mata dalam sholatnya hingga ada bekas hitam di pipinya. Ibadah mereka benar-benar sakral. Benar-benar karena merindukan Ramadhan didorong kecintaan mereka kepada Allah.

            Lantas, akankah rapor Ramadhan kali ini merah? Saya, Anda, dan semua muslim berharap tidaklah demikian. Jangan sampai ada yang menodai Ramadhan kali ini. Yah, tentu semuanya harus kembali kepada tekad diri. Noda yang akan meninggalkan noktah merah pada rapor di bulan madrasah ini harus kita cuci.

           Pertama, sebisa mungkin jika bukan karena udzur yang diperbolehkan syariat, hindari perbuatan yang malah merendahkan kehormatan kita. Hanya karena haus yang mendera, kita rela membatalkan puasa. Lihat saja, bahkan ada warung nasi juga tetap buka meski dengan malu-malu melayani manusia yang menaruhkan kehormatan diri.

            Kedua, noda yang harus kita cuci adalah lalai dengan keutamaan Ramadhan. Bukankah Allah sudah menyediakan surga Ar Rayyan untuk hamba-Nya yang sungguh-sungguh berpuasa? Bukankah Al Quran juga akan memberikan syafaatnya kelak di akhirat jika momentum Ramadhan diisi dengan memperbanyak interaksi dengannya? Bukankah amalan sunah pahalanya seperti amalan yang wajib, dan setiap kebaikan dilipatgandakan sampai 700 kali lipat? Sungguh, sebenarnya kita sangat membutuhkan Ramadhan untuk menambal keburukan dan menambah kebaikan.

         Ketiga, hawa nafsu. Ah, noda ini memang ada di mana-mana, tak terkecuali pada bulan penuh ampunan ini. Ada karena memang sengaja tidak dibersihkan. Hal-hal sepele malah bisa menyebabkan rapor Ramadhan menjadi merah. Berbuka berlebihan seolah balas dendam. Parahnya lagi, di akhir Ramadhan malah banyak yang kendur iman. Pusat perbelanjaan lebih ramai dikunjungi daripada menyepi berkhalwat dengan Allah. Iming-iming Idul Fitri dengan makna yang keliru lebih mendominasi daripada takut ditinggal pergi Ramadhan, madrasah sejati.

            Terakhir, faktanya kita juga masih menodai Ramadhan dengan perbuatan buruk kita. Lisan berkata kotor, menggunjing, dan berkata yang tiada gunanya. Demikian juga anggota tubuh lainnya. Astaghfirullah!


         Akankah rapor Ramadhan kali ini merah? Semua tergantung kesungguhan dan azzam kita. Ingin Ramadhan memberi bekas peningkatan iman ataukah Ramadhan berlalu tanpa pasokan ruhani. 

Minggu, 05 April 2015

Manfaat Balita Bisa Berdiri Satu Kaki



                Usia balita adalah usia dimana mereka sangat aktif bergerak. Kemampuan motorik kasar yang sudah diasah sejak bayi akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia mereka. Masih bayi masih sebatas tengkurap, guling-guling, merangkak, dan berjalan. Ketika batita, kemampuan motorik kasarnya sudah meningkat seperti berlari, melompat dengan 2 kaki, naik tangga, dsb. Meningkat lagi usianya, balita makin mahir memainkan alat main di playground, berjalan di atas titian, memanjat, bergelantungan, dsb. Namun, beberapa orang tua malah kecolongan untuk menstimulus balitanya agar mahir berdiri satu kaki.

                Balita bisa melakukannya, namun masih dalam durasi yang tidak lama. Rata-rata maksimal 3-5 detik mereka bisa bertahan berdiri satu kaki. Diminta mencoba lagi, rata-rata enggan melakukannya. Padahal jika bisa lebih lama, akan banyak manfaat yang bisa diperoleh anak. Apa saja?

                Anak yang mampu berdiri satu kaki cukup lama, akan sangat berguna untuk meningkatkan kemandiriannya. Terutama dalam hal memakai celana/rok sendiri. Awalnya anak-anak akan memakai celana/rok dengan duduk dengan memasukkan kakinya satu per satu, lalu berdiri dan mengangkat celana/roknya itu. Tentu saja tak bisa seperti ini terus. Bagaimana jika memakai celana/rok habis buang air di toilet umum? Masih kecil mungkin akan dipakaikan orang tuanya. Anak berdiri satu kaki bergantian dengan memegang pundak orang tuanya. Bagaimana jika usianya kian bertambah misal ketika menapaki jenjang SD kelak? Balita harus terus dilatih berdiri satu kaki dengan durasi yang cukup untuk memakai celana/rok. Minimal itu.

                Ada manfaat lain dari aktivitas berdiri satu kaki ini untuk balita. Kemampuan berdiri satu kaki akan berpengaruh pada keseimbangan otak kanan dan otak kirinya. Ini merupakan salah satu gerakan yoga yang bisa dilakukan anak secara sederhana. Namun, memang membutuhkan latihan yang cukup agar kualitas berdiri satu kaki bisa lama. Kalau kondisi otak sudah seimbang, anak akan lebih siap belajar. Bahkan banyak penelitian mengungkapkan, kemampuan berdiri satu kaki bisa mencegah kepikunan dini. Ya, intinya kondisi otak balita sejak dini disiapkan dalam keadaan baik dan sehat.

                Dan yang jelas, otot kaki balita menjadi lebih kuat. Hal ini penting mengingat keaktifan mereka bergerak masih sangat tinggi. Eksplorasi mereka terhadap lingkungan juga semakin luar biasa. Mereka hampir tak pernah diam. Berdiri satu kaki akan memfokuskan balita sejenak sekaligus menguatkan otot-otot kaki mereka. Balita pun akan sehat secara fisik.


                Menstimulus balita agar bagus dalam berdiri satu kaki tidak bisa diabaikan begitu saja. Bahkan setiap hari, orang tua perlu melatihnya agar balita bisa melakukannya lebih lama. Orang tua bisa memotivasinya dengan memberinya contoh. Senam sederhana diirngi musik yang melibatkan berdiri satu kaki dalam salah satu gerakannya, bisa dijadikan cara berlatih balita. Berdiri satu kaki banyak manfaatnya untuk mereka.

Selasa, 31 Maret 2015

Agar Kehamilan Senantiasa Sehat



                Kehamilan ada masa yang ditunggu-tunggu oleh perempuan. Kalau sudah hamil, rasanya dunia serasa lengkap. Sebentar lagi status akan berubah menjadi ibu. Kehadiran sang buah hati di dunia pasti akan memberikan rasa bahagia tiada kira. Bagi orang tua dan keluarga.

                Semua ibu hamil tentu ingin kehamilannya sehat, baik secara fisik ataupun batin. Hal ini tak bisa dilakukan sendirian oleh ibu hamil. Ada peran suami pula yang dituntut di sini, bahkan orang lain yang sehari-hari terkait dengan keberadaan ibu hamil.

                Agar hamil senantiasa sehat, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan. Masalah asupan makanan. Kebutuhan asam folat, kalsium, protein, dan zat besi harus cukup. Berbagai sumber makanan sehat seperti sayur dan buah tak boleh terlewatkan dalam menu harian ibu hamil. Bahkan bagi ibu yang sedang menjalani kehamilan kedua atau lebih sedang sebelumnya mengalami persalinan cesar, jika ingin melahirkan normal, maka kebutuhan 80 gram sehari akan protein wajib terpenuhi. Tak lupa, ibu hamil jangan sampai mengalami dehidrasi. Sedia selalu air putih kemana-mana untuk mencegah terjadinya hal ini.

                Ibu hamil juga harus jujur, terutama kepada suami atau orang terdekat, bahkan kepada siapa saja yang ada hubungan sehari-hari dengannya, misalnya rekan kerja. Ini penting, tujuannya agar mereka yang berada di sekitar ibu hamil bisa memberi aura positif kepadanya. Terutama di kehamilan triwulan pertama yang masih rawan akan potensi keguguran. Jika memang sangat lelah dan butuh uluran tangan, sampaikan saja. Bahkan ketika tak sanggup cuci piring sekaligus. Terhadap rekan kerja demikian halnya. Utarakan kehamilan Anda, sehingga rekanan bisa memperlakukan sebagaimana mestinya. Ada hal-hal yang bisa didelegasikan, lakukan saja. Jangan sampai pekerjaan dan rekan kerja malah membuat stres ibu hamil. Kalau sudah stres, bisa dibayangkan bagaimana janinnya.

                Ibu hamil perlu yoga sebagai salah satu bentuk olahraga. Jika tak ada masalah di kehamilan triwulan pertama, ibu hamil bisa melakukannya sejak awal. Seminggu 3 kali saja selama 1 jam. Atau ibu hamil bisa memulainya ketika usia kehamilan 16 minggu. Tujuan yoga ini adalah latihan nafas dan otot-otot yang diperlukan dalam persalinan nanti, khususnya bagi yang menginginkan persalinan alami/normal. Berarti yang ingin cesar tak perlu yoga dong? Ehm, memang ada yang ingin cesar? Yoga juga sangat penting untuk membangun pikiran positif ibu hamil. Pikiran ini sangat dibutuhkan demi kesehatan janin juga. Hubungan komunikasi ibu hamil dengan janin lebih terasa. Apalagi hubungan ibu hamil dengan Sang Maha Pencipta, jauh meresap ke dada.

                Agar kehamilan sehat, ibu hamil harus bergaul dengan orang-orang yang senantiasa sehat baik perilaku maupun pikiran. Karena pikiran yang sehat akan memunculkan perilaku yang sehat. Memilih tenaga kesehatan yang sehat juga menjadi prioritas. Jangan sampai malah timbul was-was setelah kontrol ke tenaga kesehatan. Rekomendasi dari teman yang sudah berpengalaman sangat diperlukan, atau informasi terkait kinerja tenaga kesehatan harus benar-benar ibu hamil perhatikan.


                Kehamilan yang sehat hingga saatnya persalinan berlangsung lancar sangat didambakan ibu hamil. Mengupayakannya semaksimal mungkin adalah jalan yang memang harus ditempuh ibu hamil.

Senin, 30 Maret 2015

Agar Sama Panjang



            “Sedotannya lagi diapakan Nak?”
            “Buat mainan aja kok Pak, disambung-sambung,”jawab Farzan.
            “Kalau disambung bisa panjang dong?”
            “Memang begitu.”
            “Bisa minta sedotannya 4 buah, sayang?”
            “Ini,”jawab Farzan.
       Lalu bapaknya meminta tolong Farzan untuk menyambung 2 sedotan yang lain. Bapak Farzan memberdirikan 1 sedotan dan 2 sedotan yang sudah disambung anaknya di lantai.
            “Mana yang lebih panjang?”tanya sang bapak.
            “Yang disambung Pak!”jawab Farzan.
            “Mengapa lebih panjang?”
            “Terlihat lebih tinggi ketika berdiri.”
            “Bagaimana agar sama panjang?”
            “Yang lebih panjang tadi diambil saja sedotannya 1, pasti akan sama,”jawab Farzan sambil melepas sambungan sedotan sehingga sisa 1 sedotan.
            “Wah, benar sekali, tapi rasanya ada yang janggal tidak?”
            “Nggak ada tuh Pak.”
            “Coba bapak tanya, kalau misalkan 2 sedotan yang tadi kamu sambung itu adalah sebuah tanaman dengan panjang segitu, lalu tiba-tiba kamu potong tanamannya agar dia panjangnya jadi sama dengan tanaman serupa di sebelahnya yang masih baru saja tumbuh, kira-kira apa yang terjadi?”
            “Bisa-bisa mati ayah.”
            “Tanaman yang di sebelahnya?”
            “Tetap hidup karena tidak dipotong.”
            “Karena tidak dipotong, kira-kira bisa tidak suatu saat panjangnya menyamai tanaman yang tadi mau dipotong tapi nggak jadi?”
            “Bisa saja, apalagi dikasih pupuk lebih banyak, disiram tiap hari.”
            “Berarti bagaimana tadi mestinya agar sedotannya jadi sama panjang?”
        “Mendingan sedotan yang cuma satu ditambah lagi 1 dengan cara disambung, sama kayak sebelahnya.”
            “Betul. 2 sedotan yang sudah disambung sebelumnya adakah merasa dirugikan?”
            “Nggak lah, kan nggak diapa-apain."

            Intisari dialog sederhana di atas adalah bagaimana ketika seseorang ingin berubah, maka dialah sendiri yang harus berusaha mengubahnya, tanpa merugikan orang lain. Dan ini tidaklah mudah. Buktinya, masih ada saja karena ingin menjadi kaya, seseorang nekat menjadi pencuri, seseorang berani untuk korupsi. Yang demikian ini tentu saja merugikan orang lain. Seharusnya dia bisa bersikap seperti Abdurrahman bin Auf yang ketika hijrah ke Madinah dalam keadaan tidak punya apa-apa, ketika ditawari harta saudara kaum Anshar, dia tidak mau menerima melainkan Abdurrahman bin Auf ingin ditunjukkan dimana pasar. Di sanalah dia akhirnya berdagang. Usaha berdagangnya membuahkan hasil sehingga dia menjadi orang yang kaya raya. Saking kayanya Abdurrahman bin Auf bingung kemana dia harus infakkan hartanya. Hingga suatu ketika aka nada berita bahwa pasukan muslim akan menghadapi Perang Tabuk. Maka Abdurrahman bin Auf bersegera menemui Rasulullah dengan membawa 200 uqiyah emas. 


            Pesannya singkat saja. Jika ingin berubah, berubah saja. Jika tak mau pun tak usah merugikan orang lain, karena apa yang dilakukannya juga berlaku untuk dirinya sendiri. Allah Maha Menyaksikan apa yang manusia niatkan tentang sebuah perubahan. Dia akan menolong hamba-Nya manakala dia berusaha sendiri mengubah hidupnya. Lagi-lagi anak harus mampu memaknai hal ini. Bahwa jika dia ingin menjadi juara di kelasnya dia pun harus berusaha sendiri tanpa merugikan orang lain. Filosofi sedotan bisa mengajarkannya. Anak tak sekedar memahami konsep panjang, namun lebih dari itu.

Telur Mirip Bola



            “Ma, enaknya pagi-pagi begini ngapain ya? Mumpung masih libur sekolah nih!”tiba-tiba Lutfiah menyeletuk mamanya yang ada di dapur.
            “Lha mau ngapain sayang? Gimana kalau bantu mama masak sekarang. Biar cepat selesai juga, biar cepat sarapan,” Bu Ridho menawarkan.
            “Ehm, boleh-boleh.”
            “Oke, sekarang tolong bantu mama ambil telur di kulkas sebanyak 4 ya!”
         Lutfiyah langsung melangkahkan kaki. Diambilnya telur sebanyak 4 lalu diberikannya kepada mamanya.
            “Ok, terima kasih sayang! Nah, sebelum kita masak telurnya, mama mau tanya dulu sama adik Lutfiah.”
            “Katanya mau masak, kok pakai pertanyaan segala, Ma.”
            “Nggak apa-apa, biar masaknya nggak bisu, nggak sepi.”
            “Oh. Ok, Lutfiyah siap!”
          “Dari 4 telur yang kamu ambil tadi, mana yang mirip bola?”tanya Bu Ridho.
            “Yang mana ya? Sepertinya nggak ada. Kan bola itu bulat penuh, Ma.”
            “Coba dilihat lagi dengan lebih teliti!”
          Lutfiyah memandangi kembali 4 telur yang diambilnya tadi. Diamati satu per satu, tapi bentuknya tidak ada yang seperti yang ditanyakan mamanya. Bola itu kelereng, bola itu bola tenis, bola pingpong. Telur bukan bola. Demikian yang dipikirkan Lutfiyah.
            “Nggak ada yang bentuknya seperti bola, Ma!” 
           “Benar? Coba simak kembali pertanyaan mama tadi! Manakah dari 4 telur tadi yang bentuknya mirip bola?”
            Lutfiyah diam sejenak. Dicernanya kembali pertanyaan ulangan dari mamanya. 
            “Mirip bola? Oh ya, yang ini Ma. Yang agak kecilan ini!”
            “Pinternya anak mama. Emang yang lain kenapa nggak mirip bola?”
            “Yang lain lebih panjangan. Nggak bulat-bulat amat.”
            “Kok bisa tahu?”
            “Kan mama yang suruh Luthfiyah teliti lagi!”
           “Kira-kira kalau mama berkata bahwa kemarin Luthfiyah marah karena nggak dibelikan mainan sama papa, gimana?”
            “Ya marah! Kan bukan karena itu!”
            “Kenapa marah?”
            “Ya bukan karena itu!”

            Telur mirip bola. Namanya saja mirip, bukan seperti. Tapi, karena justru namanya mirip, maka butuh kejelian apakah telur tersebut benar-benar mirip bola. Butuh kejelasan melihat. Teliti. Bahkan, butuh kejelasan mendengar, jika memang kabar yang didengar masih samar-samar. Tak perlu berprasangka buruk karena itu berbahaya. 

         Buku Seven Habits for Teens karangan Sean Covey juga menceritakan bahayanya berprasangka buruk. Ada seseorang bernama A sedang menunggu kedatangan pesawatnya di ruang tunggu keberangkatan bandara. Karena bosan, ia ingin sekali memakan makanan ringan yang ia beli sebelumnya. Makanan ringan itu belum dimakan, tiba-tiba seseorang bernama B mengambilnya dari tempat duduk di sampingnya dan tanpa minta izin langsung membuka dan memakannya. A langsung kaget.
A segera merebut kembali makanan ringan tersebut dari tangan B, kemudian memakannya dengan penuh emosi. Karena jengkel, B pun mencomot makanan yang telah direbut sama A lagi. A merebutnya lagi lalu segera menghabiskannya.
Begitu akhirnya pesawat tiba. Dan A sudah duduk di dalamnya, alangkah terkejutnya ia ketika membuka tas, rupanya makanan yang ia beli masih berada di dalam tasnya. Berarti, makanan ringan yang tadi ia makan adalah milik B. 

            Seram, bukan? Alias ngeri! Bisa juga memalukan! Maka, itulah yang sedang ditumbuhkan dalam diri Luthfiyah oleh mamanya. Sikap berprasangka, hindari prasangka buruk. KH Abdullah Gymnastiar berkata bahwa su `udzon atau berburuk sangka dapat membuat hati kita menjadi busuk karena apapun yang kita sangka akan mempengaruhi cara kita berpikir, cara kita bersikap, dan cara kita mengambil keputusan. Berbahagialah bagi orang-orang yang bisa berkhusnudzon atau berbaik sangka.

            

            

Selasa, 24 Maret 2015

Konsep Luas dan Menutup Aib Saudara


            “Uh, sebel banget sama Salsa, awas besok aku pasti akan membalasnya,” gerutu Azka.
           “Sepertinya anak ibu sedang jengkel ya? Mungkin bisa cerita ke ibu?” tanya Bu Farida.
            “Iya Bu, aku lagi jengkel. Salsa mah hanya baik namanya doang, tapi kata-katanya itu lho terdengar pedas di telinga!”
            “Oh, kamu marah dikatain Salsa? Emang parah ya?”
            “Ya iyalah, masak Azka dikatain ‘Kaki Koreng’ ma dia! Kan wajar jika aku marah Ibu!”
            “Kaki koreng?”
         “Iya, kan kaki Azka sedang sakit Bu, dia tahu kalau kakiAzka yang dibalut perban ini sedikit bernanah waktu diganti perbannya ma Bu guru. Eh, dia langsung nyebut Kaki Koreng. Sebel deh!”
            “Trus, besok Azka mau berbuat apa sama dia?”
            “Mau aku katain juga Bu, dengan sebutan, sebutan, sebutan apa ya?”
            “Sebutan apa sayang?”
            “Nggak tahu. Nggak jadi aja deh. Kasihan!”
            “Kenapa nggak jadi?”
            “Memang Ibu setuju jika aku balas dendam ke Salsa?”
            “Menurut Azka gimana?”
            “Sepertinya nggak!”
            Bu Farida memeluk anaknya. Beliau bangga mendengar keputusan anaknya untuk mengurungkan niat membalas dendam temannya.
            “Oh ya Azka, engkau sudah belajar tentang luas untuk pelajaran matematika?”
            “Sudah Bu, minggu kemarin.”
        “Apa makna luas Nak? Jika ada permukaan meja seperti ini bisa tidak Azka mengetahui luasnya?”tanya Bu Farida sambil menunjuk meja belajar Azka di kamar.
            Azka mencari kertas HVS bekas di rak buku. Diambilnya beberapa buah  lalu menatanya satu per satu hingga menutupi permukaan meja yang ditunjuk ibunya.
            “Permukaan meja ini luasnya segini Bu,” jawab Azka sambil menghitung banyaknya kertas yang menutupi permukaan meja.
            “Yap benar sekali. Lalu, bagaimana jika kertasnya ibu ambil 1?”
            “Ya luasnya jadi berkurang, permukaan meja nggak jadi tertutupi semua.”
            “Jika ibu ambil lagi 1?”
            “Ya yang nggak ketutup jadi 2 Bu, jika ibu ambil lebih banyak lagi atau semuanya ya permukaan meja jadi terlihat semua.” 
            “Nah, sekarang andaikan permukaan meja tadi sudah usang bahkan banyak coret-coretannya, kira-kira enak tidak dipandang atau digunakan?”
            “Ya nggak lah. Mata jadi perih malahan!”
            “Mau nggak menggunakannya?”
            “Nggak mau.”
            “Kalau itu hanya meja satu-satunya dan Azka sangat membutuhkannya untuk belajar gimana?”
            “Ya dipakai ja, tapi sebisa mungkin dicat ulang lagi aja Bu, atau digambari dengan lukisan yang lebih baik.”
            “Seberapa yang dicat atau digambari?”
            “Semua permukaan meja.”
            “Kalau hanya setengah saja gimana?”
            “Ya aneh, tetap nggak enak dilihat juga Bu!’
            “Andaikan permukaan meja tadi yang buruk rupa adalah kejelekan orang lain bagaimana? Apakah Azka juga akan berusaha menutupinya hingga tak terlihat orang lain?”
            “Semestinya begitu. Sama kayak kertas yang menutupi tadi. Jika diambil ibu jadinya malah nggak menutupi.”
            “Jadi Azka bisa dong menjadi seperti kertas-kertas tadi?”
            “Jadi kertas? Maksudnya menjadi penutup permukaan meja?’
            “Iya, yang akan menutup kejekan orang lain sebagaimana kertas menutupi meja.”
            “InsyaAllah Bu. Makasih dah ingetin Azka. Tadi Azka hanya jengkel ja ma Salsa.”

            Suasana di kamar itu benar-benar terharu. Bu Farida memeluk anaknya. Menjadi pemaaf adalah lebih baik dan Allah juga Maha Pemaaf bagi hamba-Nya yang berbuat salah lagi memohon maaf. Lebih jauh lagi, orang tua juga bisa menambahkan penjelasan bahwa ketika seseorang mau menutup kejelekan atau aib saudaranya, maka Allah akan menutupi kejelekan atau aibnya di akhirat kelak. Berbanding lurus. Dan fitrah manusia adalah ia tak menginginkan kejelekannya diketahui orang lain.

            Dialog di atas juga bisa digunakan untuk menanamkan karakter kepada anak tentang pentingnya berkata sopan. Ada lidah yang harus dijaga karena banyak sekali penghuni neraka adalah orang-orang yang tidak menyelamatkan lidahnya. Kata-kata kasar dan menyakitkan keluar tanpa ada penyaringnya. Di sini, self control anak akan terbangun dengan sendirinya. Dia akan memikirkan setiap kata yang akan diucapkannya sebelum berlanjut kepada tingkah laku nyata.


            Matematika, terutama tentang konsep luas tak sekedar akhirnya anak bisa menghitung, tapi bagaimana ada makna yang dalam terkandung di dalamnya jika orang tua mau menggali. Integralitas matematika dan dunia anak akan nampak indah di sini.

Suka Duka Mengelola Daycare



             Banyak ibu rumah tangga akhirnya berbisnis daycare. Termasuk saya. Memberanikan diri nyemplung di bisnis ini memang banyak suka dan dukanya. Keputusan sudah diambil, apapun yang terjadi dijalani dengan tenang, tegar, dan tetap sabar. Ibu-ibu lain banyak yang bertanya soal bisnis ini. Ada yang maju mundur karena masih ada kekhawatiran akan terjadi banyak duka nantinya. Urus anak sendiri saja perlu pengorbanan, bagaimana harus ditambahi ngurus anak orang lain. Masih balita lagi, masa-masa mereka suka berebutan, bertengkar, dsb.

                Duka. Pasti ada. Tak mungkin kan hidup lurus-lurus saja. Mengelola daycare demikian halnya. Anak jatuh dari prosotan, anak digigit anak lainnya, anak dipukul anak lainnya, anak nangis seharian di daycare karena hari pertama dititip, anak hanya mau satu pengasuh saja, dsb. Terpaksa bawa ke dokter, ya memang harus dilakukan oleh pengelola daycare jika ada anak jatuh dan luka parah. Menjelaskan kepada orang tua terkait anaknya disakiti oleh anak lain, ya iya memang. Dan kejujuran pengasuh saya andalkan di sini. Menggendong anak seharian karena belum nyaman, ya memang sudah resiko. Intinya, siapkan bagaimana solusinya, bagaimana aturannya. Jelaskan di awal ketika orang tua mendaftarkan anaknya untuk dititip.

                Suka. Ya, iyalah. Saya pribadi banyak suka yang saya rasakan. Setiap polah anak di daycare jadi inspirasi bagaimana mendidik anak saya dan mereka lebih baik lagi. Setiap kegiatan di daycare juga menjadi input berharga untuk aktivitas menulis saya. Pun, menjadi tantangan bagi saya bagaimana daycare tak hanya tempat penitipan anak biasa ke depannya.

              Duka bisa menjadi suka asal bisa mengatasinya dengan sabar dan tenang. Pemberdayaan pengasuh dari segi ruhiyah, kompetensi, dan skill haruslah terus diasah. Hubungan baik dengan orang tua yang menitip juga harus berjalan dengan baik.

                Sebaliknya, suka jika tidak dikelola dengan baik justru akan menghancurkan. Anak-anak merasa nyaman dan bahagia di daycare, namun jika tidak diarahkan kepada pembentukan karakter yang baik, efeknya juga berbahaya. Kebiasaan buruk anak yang satu bisa menulari anak lainnya. Dan ini bisa menjadi boomerang buat daycare.


                Suka dan duka itu biasa ada. Maju atau mundur terserah Anda memilihnya. Semua ada resikonya. Tinggal bagaimana menyikapinya.

Merawat Kipas Angin Agar Awet


Ini pengalaman saya ya.. maaf jika berbeda dengan pengalaman Anda..

                Jengkel terasa bila saatnya gerah tiba-tiba kipas angin tak mau nyala. Awalnya lancar dan tak ada halangan. Lama-lama ketika dinyalakan, lama tak mau berputar baling-balingnya, lantas berputar dengan sendirinya. Selanjutnya, sama sekali meski sudah dinyalakan kipas angin tak menyala. Kipas-kipas pakai kertas deh!

                Menyalakan kipas angin memang tidak tiap hari. Namun, ada kalanya kebutuhan terhadap kipas angin tak bisa dihindari. Menjaga dan merawatnya tentu saja harus dilakukan. Terutama membersihkan kotoran yang menempel di baling-balingnya. Dibukalah penutup kipas angin yang seperti ruji-ruji itu lalu dilap bersih baling-balingnya. Lalu, dipasang lagi. Eh,pas dinyalakan kasusnya selalu seperti cerita tadi. Nyala lancar,lalu sempat ngadat, dan lama-lama tak bisa berputar sama sekali. Beberapa kali setiap beli kipas angin selalu begitu.

                Sadar menghabiskan uang, akhirnya mencoba merawat kipas angin dengan cara yang lain. Kali ini ketika memasang kipas angin waktu pertama kali beli, disengaja tidak menutup bagian depan kipas angin dengan bingkainya yang seperti ruji-ruji itu. Ketika kotor baling-balingnya bisa dengan mudah mengelapnya dengan tisu. Dan tak perlu repot memasangnya lagi.

                Hasilnya? Ternyata kipas angin malah awet, meski baling-baling dibersihkan berkali-kali. Entah apa penyebabnya, tapi ketika gerah dan panas melanda tak ada kekhawatiran macet di tengah jalan. Memang, akan cepat kotor baling-balingnya karena tak ada filter dari bingkainya itu, namun membersihkannya juga hanya sebentar saja.

                Di saat tertentu keberadaan kipas angin memang dibutuhkan. Memastikan baling-balingnya lancar berputar memang harus dilakukan. Membuatnya lebih awet dengan cara merawat yang jitu akan membuat isi dompet tetap aman.


Kamis, 19 Maret 2015

MOMOGI

Garnier Duo Clean
Kamis sore yang melelahkan. Nyetir motor ngebut di atas jalanan yang becek. Belum lagi sampai di perempatan lampu merah menyala cukup lama. Wuih, nggak tahan bau asap motor dan asap mobil dimana-mana. Apalagi saya risih jika pakai helm harus diturunkan penutup wajahnya. 

Pulangnya, tak jauh beda. Bahkan saya kehujanan. Iseng mampir penjual tempe penyet untuk pakai jas hujan. Malu dong nggak beli. Akhirnya saya meminta abang penjualnya untuk membuatkan saya 1 porsi penyetan untuk dibawa pulang. Kembali bau asap dari kompor menyapu wajah ini. Hujan masih deras, dan wajah ini tertampar air hujan berkali-kali.

Merasa sudah sangat lelah sampai di rumah, dan ingat kalau sore hari tadi sudah mandi, maka tak ada mandi kedua. Saya cuci kaki dan langsung menuju kamar. Tepar, tidur melingkar. Tak ingat yang lainnya. Namun, semakin malam semakin gerah. Maklum, saya tak tahan kalau harus menyalakan kipas angin atau AC.

Tengah malam terjaga. O, o, ada yang tak enak rasanya. Wajah rasanya kusam. Saya sentuh terasa licin. Lalu saya mencari Garnier Duo Clean yang sudah saya beli sebelumnya dan memakainya. Wow, segarnya! Lembabnya juga terasa. Adem! Trus, harum apelnya itu lho! Sampai saya menulis setengah jam juga tak hilang-hilang. Kesat dan ringan! Ehm, jadi ingin memakai lagi dan lagi.