Selasa, 24 Maret 2015

Konsep Luas dan Menutup Aib Saudara


            “Uh, sebel banget sama Salsa, awas besok aku pasti akan membalasnya,” gerutu Azka.
           “Sepertinya anak ibu sedang jengkel ya? Mungkin bisa cerita ke ibu?” tanya Bu Farida.
            “Iya Bu, aku lagi jengkel. Salsa mah hanya baik namanya doang, tapi kata-katanya itu lho terdengar pedas di telinga!”
            “Oh, kamu marah dikatain Salsa? Emang parah ya?”
            “Ya iyalah, masak Azka dikatain ‘Kaki Koreng’ ma dia! Kan wajar jika aku marah Ibu!”
            “Kaki koreng?”
         “Iya, kan kaki Azka sedang sakit Bu, dia tahu kalau kakiAzka yang dibalut perban ini sedikit bernanah waktu diganti perbannya ma Bu guru. Eh, dia langsung nyebut Kaki Koreng. Sebel deh!”
            “Trus, besok Azka mau berbuat apa sama dia?”
            “Mau aku katain juga Bu, dengan sebutan, sebutan, sebutan apa ya?”
            “Sebutan apa sayang?”
            “Nggak tahu. Nggak jadi aja deh. Kasihan!”
            “Kenapa nggak jadi?”
            “Memang Ibu setuju jika aku balas dendam ke Salsa?”
            “Menurut Azka gimana?”
            “Sepertinya nggak!”
            Bu Farida memeluk anaknya. Beliau bangga mendengar keputusan anaknya untuk mengurungkan niat membalas dendam temannya.
            “Oh ya Azka, engkau sudah belajar tentang luas untuk pelajaran matematika?”
            “Sudah Bu, minggu kemarin.”
        “Apa makna luas Nak? Jika ada permukaan meja seperti ini bisa tidak Azka mengetahui luasnya?”tanya Bu Farida sambil menunjuk meja belajar Azka di kamar.
            Azka mencari kertas HVS bekas di rak buku. Diambilnya beberapa buah  lalu menatanya satu per satu hingga menutupi permukaan meja yang ditunjuk ibunya.
            “Permukaan meja ini luasnya segini Bu,” jawab Azka sambil menghitung banyaknya kertas yang menutupi permukaan meja.
            “Yap benar sekali. Lalu, bagaimana jika kertasnya ibu ambil 1?”
            “Ya luasnya jadi berkurang, permukaan meja nggak jadi tertutupi semua.”
            “Jika ibu ambil lagi 1?”
            “Ya yang nggak ketutup jadi 2 Bu, jika ibu ambil lebih banyak lagi atau semuanya ya permukaan meja jadi terlihat semua.” 
            “Nah, sekarang andaikan permukaan meja tadi sudah usang bahkan banyak coret-coretannya, kira-kira enak tidak dipandang atau digunakan?”
            “Ya nggak lah. Mata jadi perih malahan!”
            “Mau nggak menggunakannya?”
            “Nggak mau.”
            “Kalau itu hanya meja satu-satunya dan Azka sangat membutuhkannya untuk belajar gimana?”
            “Ya dipakai ja, tapi sebisa mungkin dicat ulang lagi aja Bu, atau digambari dengan lukisan yang lebih baik.”
            “Seberapa yang dicat atau digambari?”
            “Semua permukaan meja.”
            “Kalau hanya setengah saja gimana?”
            “Ya aneh, tetap nggak enak dilihat juga Bu!’
            “Andaikan permukaan meja tadi yang buruk rupa adalah kejelekan orang lain bagaimana? Apakah Azka juga akan berusaha menutupinya hingga tak terlihat orang lain?”
            “Semestinya begitu. Sama kayak kertas yang menutupi tadi. Jika diambil ibu jadinya malah nggak menutupi.”
            “Jadi Azka bisa dong menjadi seperti kertas-kertas tadi?”
            “Jadi kertas? Maksudnya menjadi penutup permukaan meja?’
            “Iya, yang akan menutup kejekan orang lain sebagaimana kertas menutupi meja.”
            “InsyaAllah Bu. Makasih dah ingetin Azka. Tadi Azka hanya jengkel ja ma Salsa.”

            Suasana di kamar itu benar-benar terharu. Bu Farida memeluk anaknya. Menjadi pemaaf adalah lebih baik dan Allah juga Maha Pemaaf bagi hamba-Nya yang berbuat salah lagi memohon maaf. Lebih jauh lagi, orang tua juga bisa menambahkan penjelasan bahwa ketika seseorang mau menutup kejelekan atau aib saudaranya, maka Allah akan menutupi kejelekan atau aibnya di akhirat kelak. Berbanding lurus. Dan fitrah manusia adalah ia tak menginginkan kejelekannya diketahui orang lain.

            Dialog di atas juga bisa digunakan untuk menanamkan karakter kepada anak tentang pentingnya berkata sopan. Ada lidah yang harus dijaga karena banyak sekali penghuni neraka adalah orang-orang yang tidak menyelamatkan lidahnya. Kata-kata kasar dan menyakitkan keluar tanpa ada penyaringnya. Di sini, self control anak akan terbangun dengan sendirinya. Dia akan memikirkan setiap kata yang akan diucapkannya sebelum berlanjut kepada tingkah laku nyata.


            Matematika, terutama tentang konsep luas tak sekedar akhirnya anak bisa menghitung, tapi bagaimana ada makna yang dalam terkandung di dalamnya jika orang tua mau menggali. Integralitas matematika dan dunia anak akan nampak indah di sini.

6 komentar:

  1. cara yang sangat bijaksana......bener2....

    BalasHapus
  2. Bu Farida kreatif sekali.. mengajarkan kebaikan dengan perumpamaan yang bagus! Jadi mudah dimengerti oleh anak ya.. Mbak Henny. Kereen..!

    BalasHapus
  3. Subhanallah.... sebuah analogi sederhana tp luar biasa ....slm knal mak :)

    BalasHapus
  4. Dari hal yang sederhana ternyata kita bisa memetik hal nilai yg luar biasa. Makasih mak sudah betbagi dan saling mengingatkan.

    BalasHapus
  5. jadi lebih mudah menekankan pentingnya (pelajaran) matematika ke anak-anak ini bu... (y)

    BalasHapus
  6. Nice sharing mba Henny, aku suka sama ceritanya.

    BalasHapus