“Sedotannya
lagi diapakan Nak?”
“Buat
mainan aja kok Pak, disambung-sambung,”jawab Farzan.
“Kalau
disambung bisa panjang dong?”
“Memang
begitu.”
“Bisa
minta sedotannya 4 buah, sayang?”
“Ini,”jawab
Farzan.
Lalu
bapaknya meminta tolong Farzan untuk menyambung 2 sedotan yang lain. Bapak
Farzan memberdirikan 1 sedotan dan 2 sedotan yang sudah disambung anaknya di
lantai.
“Mana
yang lebih panjang?”tanya sang bapak.
“Yang
disambung Pak!”jawab Farzan.
“Mengapa
lebih panjang?”
“Terlihat
lebih tinggi ketika berdiri.”
“Bagaimana
agar sama panjang?”
“Yang
lebih panjang tadi diambil saja sedotannya 1, pasti akan sama,”jawab Farzan
sambil melepas sambungan sedotan sehingga sisa 1 sedotan.
“Wah,
benar sekali, tapi rasanya ada yang janggal tidak?”
“Nggak
ada tuh Pak.”
“Coba
bapak tanya, kalau misalkan 2 sedotan yang tadi kamu sambung itu adalah sebuah
tanaman dengan panjang segitu, lalu tiba-tiba kamu potong tanamannya agar dia
panjangnya jadi sama dengan tanaman serupa di sebelahnya yang masih baru saja
tumbuh, kira-kira apa yang terjadi?”
“Bisa-bisa
mati ayah.”
“Tanaman
yang di sebelahnya?”
“Tetap
hidup karena tidak dipotong.”
“Karena
tidak dipotong, kira-kira bisa tidak suatu saat panjangnya menyamai tanaman yang
tadi mau dipotong tapi nggak jadi?”
“Bisa
saja, apalagi dikasih pupuk lebih banyak, disiram tiap hari.”
“Berarti
bagaimana tadi mestinya agar sedotannya jadi sama panjang?”
“Mendingan
sedotan yang cuma satu ditambah lagi 1 dengan cara disambung, sama kayak
sebelahnya.”
“Betul.
2 sedotan yang sudah disambung sebelumnya adakah merasa dirugikan?”
“Nggak
lah, kan nggak diapa-apain."
Intisari
dialog sederhana di atas adalah bagaimana ketika seseorang ingin berubah, maka
dialah sendiri yang harus berusaha mengubahnya, tanpa merugikan orang lain. Dan
ini tidaklah mudah. Buktinya, masih ada saja karena ingin menjadi kaya,
seseorang nekat menjadi pencuri, seseorang berani untuk korupsi. Yang demikian
ini tentu saja merugikan orang lain. Seharusnya dia bisa bersikap seperti
Abdurrahman bin Auf yang ketika hijrah ke Madinah dalam keadaan tidak punya
apa-apa, ketika ditawari harta saudara kaum Anshar, dia tidak mau menerima
melainkan Abdurrahman bin Auf ingin ditunjukkan dimana pasar. Di sanalah dia
akhirnya berdagang. Usaha berdagangnya membuahkan hasil sehingga dia menjadi
orang yang kaya raya. Saking kayanya Abdurrahman bin Auf bingung kemana dia
harus infakkan hartanya. Hingga suatu ketika aka nada berita bahwa pasukan
muslim akan menghadapi Perang Tabuk. Maka Abdurrahman bin Auf bersegera menemui
Rasulullah dengan membawa 200 uqiyah emas.
Pesannya
singkat saja. Jika ingin berubah, berubah saja. Jika tak mau pun tak usah
merugikan orang lain, karena apa yang dilakukannya juga berlaku untuk dirinya
sendiri. Allah Maha Menyaksikan apa yang manusia niatkan tentang sebuah
perubahan. Dia akan menolong hamba-Nya manakala dia berusaha sendiri mengubah
hidupnya. Lagi-lagi anak harus mampu memaknai hal ini. Bahwa jika dia ingin
menjadi juara di kelasnya dia pun harus berusaha sendiri tanpa merugikan orang
lain. Filosofi sedotan bisa mengajarkannya. Anak tak sekedar memahami konsep panjang, namun lebih dari itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar