Senin, 12 Mei 2014

Bahagia dengan Bermain


Video di atas mengingatkan saya pada hari-hari yang sungguh membuat saya semakin yakin betapa pentingnya bermain. Rumah senantiasa berantakan. Awalnya berloncatan di kasur, lalu beranjak mengobrak-abrik dapur. Air tumpah dimana-mana, kacang hijau berserakan di lantai, dan uh, berbagai rupa rumah seperti tak layak dihuni lagi.

Namun, ada bahagia terpancar dari wajah anak-anak. Jatuh terpeleset pun tak membuat jera mereka bermain. Mereka tertawa, tersungging senyum seolah mereka menyatakan dengan pasti, "Ya, kami bahagia!" Persis seperti wajah anak-anak dalam video di atas. Bermain memainkan peran penting menumbuhkan kesenangan jiwa. Anak-anak sangat membutuhkan ini demi perkembangan jiwa, fisik, dan akal mereka.

Semua orang tua ingin anak-anaknya merasakan kebahagiaan ini. Jangan sampai ketika anaknya menginjak dewasa malah muncul sindiran untuk anaknya "masa kecil kurang bahagia". Oh, seolah masa kecil itu suram sehingga murung mendominasi wajah mereka di masa mendatang. Kematangan jiwa pun akhirnya kadaluarsa begitu saja. Di masa dewasanya, justru sifat kekanak-kanakan muncul dari dalam diri.

Bermain juga identik dengan olah fisik. Bermain ayunan, mencuci piring, bermain air yang tergenang, apa pun itu, pasti melibatkan fisik yang tidak diam. Justru inilah yang akan memperkuat otot anak sehingga aktif adalah identitas diri mereka.





Bagaimana dengan perkembangan akal anak dengan bermain? Tak diragukan lagi, bermain memberikan sinyal positif bagi otak untuk siap menerima informasi. Bermain secara tak langsung menstimulus logika anak dalam menganalisa setiap kejadian yang dialaminya.Misalnya, ketika tangannya asyik memasukkan tanah ke air, logika akalnya akan terbentuk bahwa air akan berubah warna. Tatkala anak memainkan balon dan lepas dari genggaman, maka ingatannya mencerna bahwa balonnya akan terbang melayang mengikuti angin.

Anak bahagia dengan bermain? Itu sebuah keharusan. Istilah repot membersihkan rumah, baju jadi kotor, piring pecah berkeping-keping, dsb tak semestinya ada dalam kamus sehari-hari orang tua. Biarlah anak menikmati masa kecilnya dengan bermain.

Bagaimana Wajah Bahagia Itu Nampak Nyata?

Sudah pasti dengan bermain, tentunya. Puas bermain itulah kunci utamanya. Ada beberapa kiat sederhana sehingga anak bisa puas bermain, tanpa beban, ringan, dan ujung-ujungnya bahagia terasakan.
1.        Bermain itu bukan berkompetisi
Jika anak sedang berenang, ya, biarkan berenang sepuasnya. Tak perlu dilombakan antar anak. Mengapa? Karena ketika dikompetisikan, targetnya sudah tidak bahagia lagi, melainkan kemenangan, meski menang sendiri akan membawa bahagia. Bagi yang menang, tentunya. Bagaimana dengan anak yang kalah?
2.        Katakan bermain, bukan belajar
Ketika anak saya memasuki dunia Play Group, sama dengan maknanya, saya katakan kepada anak saya bahwa dia akan bermain. Sepulang dari Play Group saya pun akan bertanya, "Tadi bermain apa?" Bukan "Tadi belajar apa?"
3.        Bermain yang bertanggung jawab
Saking senangnya, bahagianya bermain, tentu harus lah tetap bertanggung jawab. Namun, cara yang disuguhkan pun dengan bermain pula. Anak saya pernah asyik main lempar-lemparan bola sehingga bola tercecer dimana-mana. Mengembalikan bola ke tempatnya setelah bermain adalah tanggung jawabnya. Caranya, yuk, lempar kembali ke keranjangnya!


Bermain akan menghadirkan wajah bahagia. Video wajah bermain di atas adalah salah satu andil Rinso Kids Today Project dalam meyakinkan orang tua bahwa bermain adalah hak asasi anak. Mari, biarkan waktu anak terisi dengan bermain yang mampu membahagiakannya.

Tulisan ini diikutkan dalam Blogger competition #KidsToday #KidsTodayProject Rinso Indonesia @MissResik

1 komentar:

  1. Bermain adalah kebutuhan dasar anak, hak anak, naluri anak...sudah sepantasnya kita support dan kondisikan lingkungan yg aman.

    BalasHapus