Selama
ini banyak orang tua semakin paham dan akhirnya berbondong-bondong mencari
sekolah yang tidak mengajari anaknya belajar berhitung yang biasanya sepaket
dengan membaca dan menulis. Terlalu dini sehingga khawatir menuai bosan ketika
semestinya si anak akan belajar nantinya. Padahal berhitung itu sangat penting
bagi kehidupan meskipun itu bagi anak balita.
Anak
menginjak usia dua tahun biasanya sudah sangat familiar dan mengerti makna kata
tanya termasuk kata “berapa”. Bahkan anak-anak sering bertanya ketika
didapatinya kue di piring dengan pertanyaan,”Kuenya ada berapa?” Atau tatkala
si ibunya sendiri bernyanyi lagu “2 mata saya”, si kecil kembali bertanya,”Mata
ada berapa?” Tentu saja pertanyaan ini harus mendapatkan jawabannya. Mereka
tidak akan berhenti bertanya sebelum memperolehnya. Bahkan cenderung mengejar
dengan pertanyaan serupa. Pun, anak seusia segitu rata-rata juga memahami makna
kata “banyak” dan “sedikit”. Lucu bukan jika seorang anak bertanya,”Bunda, ini
rotinya banyak atau sedikit? Kalau sedikit, itu ada berapa?” tapi terus tak
mendapatkan jawaban yang memuaskan rasa ingin tahunya? Padahal tabiat anak
selalu saja ingin tahu. Mengekplor apa yang ada dalam jangkauan inderanya. Dan
rasa ingin tahu yang besar ini merupakan fondasi mereka untuk kreatif. Maka,
balita perlu belajar berhitung.
Sederhana
saja mengajarinya. Bilangan yang ingin dikenalkan pun yang kecil-kecil saja. Segala
aktivitas yang dilakukan anak bisa dijadikan sumber bermain sambil belajar.
Ketika anak berhasil memasukkan kancing bajunya sekali, orang tua bisa
berkata,”Nak, itu 1 kancing” sambil menunjuk kancingnya. Saat naik tangga
perosotan anak diajak berhitung banyak anak tangga yang dinaiki, ketika anak
memegang roti di kedua tangannya pun ajak mereka menghitungnya. Bermain di alam
juga bisa menjadi sarana belajar matematika untuk balita. Memunguti daunan yang
kuning dan kering dan membuangnya ke tong sampah bisa menjadi sarananya. Anak
memungut 1 daun, sang ibu berujar,”Satu.”
Berhitung
untuk anak balita penting. Bukan pada urutan 1, 2, 3, dst atau bagaimana simbol
bilangan itu dituliskan, namun berhitung yang disesuaikan dengan makna
semestinya dalam kehidupan sehari-harinya. Bahkan ketika si anak mendapati
sepatunya yang mau dipakai tinggal satu, dia tidak akan diam saja. Dia kemudian
bertanya,”Sepatu yang satunya lagi dimana?” Lagi-lagi, secara tak sadar anak
pun belajar berhitung meski sederhana dan tak terpikirkan sebelumnya. Bermain
dan suasana menyenangkan membuat balita menumbuhkan kecintaan mereka terhadap
berhitung.
keren mbaa... :D Selalu suka dengan tulisan mba.
BalasHapusjazakillah, tulisan mbak juga bagus-bagus ...
Hapuswah.. bagus banget :)
BalasHapuswah, terimakasih,moga ke depan tulisan kita semakin bagus ya
Hapuswiih selamat yaaa mbak
BalasHapusterima kasih mbak, senang rasanya nih ... maaf balasnya telat nih
HapusAssalamu'alaykum Mbak Henny, minta ijin meninggalkan jejak :-0
BalasHapuswaalaikum salam, silakan, senang ni jika ada yang mau ninggalin jejak, komentarnya apalagi
HapusSelamat ya mbak Henny ^_^
BalasHapusterima kasih, salam kenal mbak wiwid
HapusSip, bisa buat bahan buku mbaa :)
BalasHapussampeyan aja mbak yang nulis bukunya ...ha ha ha
HapusCongrat mba heni
BalasHapusmakasih mbak, sampeyan tetap jagonya kok..ayo aku didorong terus ki
Hapus