Selasa, 04 Juni 2013

Perempuan Aman, Ukir Kembali Peradaban

Siapakah yang tak kenal Raden Ajeng Kartini? Mengenangnya setiap waktu selalu menimbulkan semangat berjuang tersendiri, khususnya bagi kaum perempuan sehingga mampu berkontribusi maksimal untuk urusan domestik, namun juga memberikan sumbang sih yang tak sedikit dalam kiprahnya di luar rumah.
Perempuan sebagai tiang negara. Ungkapan ini sampai sekarang pun masih diagung-agungkan. Jika ditanya,”Siapakah peletak dasar peradaban?” Jawabnya,”Perempuan.” Keberhasilan seorang anak di masa depannya juga tak lepas dari campur tangan ibunya yang notabene seorang perempuan. Islam dan dunia pada umumnya mengakui eksistensi perempuan sebagai perintis peradaban.
Seorang anak kecil yang begitu ingat dan taat kepada ibunya bahkan berhasil menyadarkan gembong perampok untuk kembali ke jalan yang benar. “Kalau dengan ibumu saja engkau takut dan selalu ingat akan nasihatnya, bagaimana dengan diriku yang selama ini melupakan Allah?” begitulah pemimpin gerombolan perampok itu berkata kepada Syaikh Abdul Qadir Jaelani yang akhirnya tidak jadi merampok melihat sikap jujurnya. Siapa yang paling berperan? Ibunya. Perempuan.
Atau kisah seorang mantan presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln ketika meraih jabatannya berkata dengan tulus,”Janganlah Anda memberikan selamat kepadaku, tetapi berikanlah selamat itu kepada ibuku, karena dia lah yang mengangkatku sampai pada tingkatan ini.”
Sudah seharusnya perhatian terhadap perempuan mendapat porsi yang besar. Usaha itu sebenarnya sudah ada dari pemerintah Indonesia dengan adanya Undang-undang yang mengurus perlindungan perempuan, namun pelaksanaannya ternyata masih menunai kemirisan. Banyak peristiwa yang mengakibatkan perempuan merasa tak aman. Minim perlindungan.
Menurut data dari Komnas HAM Perempuan, dari tahun 2008 hingga tahun 2011, tercatat kasus kekerasan yang menimpa perempuan senantiasa mengalami peningkatan. Sepanjang tahun 2011 kasus yang tercatat mencapai 119.107 kasus. Sekali lagi, itu yang tercatat. Yang tidak tercatat juga banyak mengingat sebagian besar perempuan yang mengalami kekerasan lebih memilih diam. Sebagian besar, sebanyak 60%, kekerasan yang terjadi adalah kekerasan yang terjadi dalam ranah rumah tangga dan 55% nya dilakukan oleh suami.
Wow, angka yang cukup fantastik. Masalahnya adalah bagaimana peradaban akan bangkit kembali ketika penopang utamanya mengalami ketakutan, merasa tak aman? Bagaimana negara akan tumbuh tegak manakala tiangnya roboh karena kurang perlindungan?
Bicara tentang perempuan tentu tak hanya seorang ibu. Seorang gadis dewasa juga termasuk salah satunya. Karena pada akhirnya, jika mereka berkeluarga dan punya anak, status ibu juga akan disandangnya. Membangun peradaban tentu tak cukup diusahakan ketika gelar ibu disemangatkan, namun jauh sebelum itu juga sudah dipersiapkan. Ibaratnya seperti siklus. Anak yang sukses bisa karena peran ibu yang sukses mendidiknya, dan ketika sang anak dewasa minimal sudah mempunyai gambaran bagaimana seharusnya dia bertindak ketika saatnya menjadi ibu.
Maraknya kasus pemerkosaan yang menimpa perempuan di angkutan umum akhir-akhir ini menandakan bahwa perempuan merasa tak aman di luar. Padahal, bisa jadi keberadaan perempuan di luar rumah untuk suatu kepentingan yang positif, seperti belajar untuk memperkaya khasanah keilmuwan. Padahal kepergiannya keluar rumah bisa jadi untuk menambah bekalnya menjadi pupuk yang bisa menyuburkan tanaman, ibu yang baik untuk anak-anaknya. Namun, banyaknya pemerkosaan serta pelecehan seksual yang menimpa kaum hawa ini semakin menambah deretan trauma di kalangan mereka sehingga bibit sosok ibu pembangun peradaban bisa saja berkurang, entah karena ujungnya berakhir dengan pembunuhan atau sedih yang tak tersembuhkan.

Meratapi masalah saja justru akan memperparah keadaan. Semua pihak harus mengambil sikap sehingga ada penyelesaiannya. Baru saja, tanggal 14 Pebruari 2013 kemarin, di Monas ada aksi OBR (One Billion Rising) Indonesia menyerukan “Stop Pemerkosaan dan Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan” sebagai dukungan bahwa masalah perlindungan perempuan harus menjadi bagian agenda utama permasalahan yang harus dituntaskan. Selain itu ada beberapa cara yang bisa dilakukan pula mengatasi hal ini.
1.      Penguatan pondasi agama dan keimanan. Peran ulama atau pemuka agama sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Pembinaan keluarga oleh perangkat ini juga bisa membantu sebagai obat masalah kekerasan dalam rumah tangga.
2.      Penampilan perempuan. Berpakaian sopan dan menutup aurat adalah kunci kemuliaan seorang perempuan. Pemerkosaan yang terjadi bisa jadi memang dikarenakan perempuan dengan segala keindahan bentuk tubuhnya memang sengaja mengumbarnya. Meski demikian kasus pemerkosaan juga banyak yang terjadi karena laki-laki memang berhidung belang.
3.      Sosialisasi undang-undang yang mengatur masalah kekerasan dalam rumah tangga dan pemerkosaan beserta hukumannya kepada khalayak ramai. Selama ini masyarakat tahu tentang hukuman bagi pelaku kejahatan tersebut hanya di berita-berita koran atau televisi setelah sebuah kejadian kriminalitas yang menyangkut perampasan hak perlindungan perempuan terjadi. Itu bagi yang membaca atau melihat berita. Bagaimana bagi yang tidak? Sangat memungkinkan kejahatan tersebut akan tetap terjadi karena tidak memberi efek jera.
4.      Penerapan hukum yang tegas terhadap pelaku. Keadilan prinsipnya. Faktanya mengapa penerapan hukum terkait perlindungan perempuan masih lemah karena aparat kurang bersungguh-sungguh mengusut masalah ini.
5.      Perempuan harus berani dengan membekali diri ilmu beladiri. Tak harus ikut klub karate atau taekwondo, tetapi di sini perempuan harus berani mengadukan jika dirinya disakiti atau dirampas hak perlindungannya. Atau sekedar melaporkan kejadian kejahatan yang menimpa perempuan lain sehingga kasus segera bisa ditindak.
6.      Edukasi kepada perempuan tentang jalur atau prosedur pengaduan kasus kekerasan atau pemerkosaan atau yang lainnya sehingga mereka tak takut lagi mengatakannya. Fenomena kasus seperti ini bagaikan gunung es, kelihatannya sedikit yang muncul di permukaan, namun sebenarnya banyak sekali yang tersembunyi alias tak terungkap.


Perempuan adalah aset. Perempuan adalah harta yang sangat berharga. Perlindungan terhadapnya memang harus diupayakan sedimikan rupa. Generasi bangsa yang bermartabat dan berkarakter bisa tumbuh karenanya. Bukan angan-angan, manakala perempuan aman maka akan kembali terukir peradaban. Perempuan benar-benar menjadi tiangnya negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar