Siapakah yang tak kenal Raden Ajeng
Kartini? Mengenangnya setiap waktu selalu menimbulkan semangat berjuang
tersendiri, khususnya bagi kaum perempuan sehingga mampu berkontribusi maksimal
untuk urusan domestik, namun juga memberikan sumbang sih yang tak sedikit dalam
kiprahnya di luar rumah.
Perempuan sebagai tiang negara. Ungkapan
ini sampai sekarang pun masih diagung-agungkan. Jika ditanya,”Siapakah peletak
dasar peradaban?” Jawabnya,”Perempuan.” Keberhasilan seorang anak di masa
depannya juga tak lepas dari campur tangan ibunya yang notabene seorang
perempuan. Islam dan dunia pada umumnya mengakui eksistensi perempuan sebagai
perintis peradaban.
Seorang anak kecil yang begitu ingat dan
taat kepada ibunya bahkan berhasil menyadarkan gembong perampok untuk kembali
ke jalan yang benar. “Kalau dengan ibumu saja engkau takut dan selalu ingat
akan nasihatnya, bagaimana dengan diriku yang selama ini melupakan Allah?”
begitulah pemimpin gerombolan perampok itu berkata kepada Syaikh Abdul Qadir
Jaelani yang akhirnya tidak jadi merampok melihat sikap jujurnya. Siapa yang
paling berperan? Ibunya. Perempuan.
Atau kisah seorang mantan presiden
Amerika Serikat, Abraham Lincoln ketika meraih jabatannya berkata dengan
tulus,”Janganlah Anda memberikan selamat kepadaku, tetapi berikanlah selamat
itu kepada ibuku, karena dia lah yang mengangkatku sampai pada tingkatan ini.”
Sudah seharusnya perhatian terhadap
perempuan mendapat porsi yang besar. Usaha itu sebenarnya sudah ada dari
pemerintah Indonesia dengan adanya Undang-undang yang mengurus perlindungan
perempuan, namun pelaksanaannya ternyata masih menunai kemirisan. Banyak
peristiwa yang mengakibatkan perempuan merasa tak aman. Minim perlindungan.
Menurut data dari Komnas HAM Perempuan,
dari tahun 2008 hingga tahun 2011, tercatat kasus kekerasan yang menimpa
perempuan senantiasa mengalami peningkatan. Sepanjang tahun 2011 kasus yang
tercatat mencapai 119.107 kasus. Sekali lagi, itu yang tercatat. Yang tidak
tercatat juga banyak mengingat sebagian besar perempuan yang mengalami
kekerasan lebih memilih diam. Sebagian besar, sebanyak 60%, kekerasan yang
terjadi adalah kekerasan yang terjadi dalam ranah rumah tangga dan 55% nya
dilakukan oleh suami.
Wow, angka yang cukup fantastik.
Masalahnya adalah bagaimana peradaban akan bangkit kembali ketika penopang
utamanya mengalami ketakutan, merasa tak aman? Bagaimana negara akan tumbuh
tegak manakala tiangnya roboh karena kurang perlindungan?
Bicara tentang perempuan tentu tak hanya
seorang ibu. Seorang gadis dewasa juga termasuk salah satunya. Karena pada
akhirnya, jika mereka berkeluarga dan punya anak, status ibu juga akan
disandangnya. Membangun peradaban tentu tak cukup diusahakan ketika gelar ibu
disemangatkan, namun jauh sebelum itu juga sudah dipersiapkan. Ibaratnya
seperti siklus. Anak yang sukses bisa karena peran ibu yang sukses mendidiknya,
dan ketika sang anak dewasa minimal sudah mempunyai gambaran bagaimana
seharusnya dia bertindak ketika saatnya menjadi ibu.
Maraknya kasus pemerkosaan yang menimpa
perempuan di angkutan umum akhir-akhir ini menandakan bahwa perempuan merasa
tak aman di luar. Padahal, bisa jadi keberadaan perempuan di luar rumah untuk
suatu kepentingan yang positif, seperti belajar untuk memperkaya khasanah
keilmuwan. Padahal kepergiannya keluar rumah bisa jadi untuk menambah bekalnya
menjadi pupuk yang bisa menyuburkan tanaman, ibu yang baik untuk anak-anaknya.
Namun, banyaknya pemerkosaan serta pelecehan seksual yang menimpa kaum hawa ini
semakin menambah deretan trauma di kalangan mereka sehingga bibit sosok ibu
pembangun peradaban bisa saja berkurang, entah karena ujungnya berakhir dengan
pembunuhan atau sedih yang tak tersembuhkan.
Meratapi masalah saja justru akan
memperparah keadaan. Semua pihak harus mengambil sikap sehingga ada
penyelesaiannya. Baru saja, tanggal 14 Pebruari 2013 kemarin, di Monas ada aksi
OBR (One Billion Rising) Indonesia menyerukan “Stop Pemerkosaan dan Hentikan
Kekerasan terhadap Perempuan” sebagai dukungan bahwa masalah perlindungan
perempuan harus menjadi bagian agenda utama permasalahan yang harus
dituntaskan. Selain itu ada beberapa cara yang bisa dilakukan pula mengatasi
hal ini.
1.
Penguatan pondasi agama dan keimanan.
Peran ulama atau pemuka agama sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Pembinaan
keluarga oleh perangkat ini juga bisa membantu sebagai obat masalah kekerasan
dalam rumah tangga.
2.
Penampilan perempuan. Berpakaian sopan
dan menutup aurat adalah kunci kemuliaan seorang perempuan. Pemerkosaan yang
terjadi bisa jadi memang dikarenakan perempuan dengan segala keindahan bentuk
tubuhnya memang sengaja mengumbarnya. Meski demikian kasus pemerkosaan juga
banyak yang terjadi karena laki-laki memang berhidung belang.
3.
Sosialisasi undang-undang yang mengatur
masalah kekerasan dalam rumah tangga dan pemerkosaan beserta hukumannya kepada
khalayak ramai. Selama ini masyarakat tahu tentang hukuman bagi pelaku
kejahatan tersebut hanya di berita-berita koran atau televisi setelah sebuah
kejadian kriminalitas yang menyangkut perampasan hak perlindungan perempuan
terjadi. Itu bagi yang membaca atau melihat berita. Bagaimana bagi yang tidak?
Sangat memungkinkan kejahatan tersebut akan tetap terjadi karena tidak memberi
efek jera.
4.
Penerapan hukum yang tegas terhadap
pelaku. Keadilan prinsipnya. Faktanya mengapa penerapan hukum terkait perlindungan
perempuan masih lemah karena aparat kurang bersungguh-sungguh mengusut masalah
ini.
5.
Perempuan harus berani dengan membekali
diri ilmu beladiri. Tak harus ikut klub karate atau taekwondo, tetapi di sini
perempuan harus berani mengadukan jika dirinya disakiti atau dirampas hak
perlindungannya. Atau sekedar melaporkan kejadian kejahatan yang menimpa
perempuan lain sehingga kasus segera bisa ditindak.
6.
Edukasi kepada perempuan tentang jalur
atau prosedur pengaduan kasus kekerasan atau pemerkosaan atau yang lainnya
sehingga mereka tak takut lagi mengatakannya. Fenomena kasus seperti ini
bagaikan gunung es, kelihatannya sedikit yang muncul di permukaan, namun
sebenarnya banyak sekali yang tersembunyi alias tak terungkap.
Perempuan adalah aset. Perempuan adalah
harta yang sangat berharga. Perlindungan terhadapnya memang harus diupayakan
sedimikan rupa. Generasi bangsa yang bermartabat dan berkarakter bisa tumbuh
karenanya. Bukan angan-angan, manakala perempuan aman maka akan kembali terukir
peradaban. Perempuan benar-benar menjadi tiangnya negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar