Otak kiri. Ya, itu yang sering terdengar bahkan
selalu orang mengatakan kalau matematika full otak kiri. Segalanya sudah pasti
dan tidak bisa ditolerir lagi. Tapi, ada kekaguman tersendiri ketika melihat
ada fakta seperti ini.
Tak terbayang, bukan anak kelas 5 SD yang belum
diajari tentang akar kuadrat bisa menjawab soal seperti ini? Gurunya saja heran
ketika itu diwawancari. Betapa ada kebahagiaan sendiri siswanya bisa
menyelesaikan masalah seperti itu.
Apa rahasianya? Kebebasan. Dari jawaban anak-anak
ini ada 2 kebebasan yang nampak. Yang pertama dari segi gurunya. Sang guru
bebas membuat soal. Beliau tak lagi membuat soal dengan seperti ini “Berapakah
akar 400?”, atau sang guru hanya bertanya mana yang lebih tinggi dari 2 orang saja, tapi dengan yang lebih menantang dan menimbulkan keheranan siswa
untuk menjawabnya. Dan yang kedua kebebasan siswa untuk menjawabnya. Lihat, bagaimana cara siswa menjawabnya. Otak kanan mereka
akhirnya bekerja sehingga jawaban yang tak dinyana keluar dengan indahnya.
Kok bisa sih anak-anakseperti itu? Ya bisa lah!
Anak-anak sebenarnya seniman ulung yang luar biasa. Dalam otaknya tersimpan ide
kreatif yang jika dilecut akan keluar dengan dahsyatnya. Jiwa seni ini akan
mati manakala lingkungan tak mendukungnya. Termasuk guru.
Kebanyakan sampai sekarang guru matematika masih
dominan otak kirinya. Sang guru kelas lima di atas sebelumnya demikian halnya.
Namun, keinginannya yang kuat untuk berubah menjadikan guru tersebut semakin
dicintai siswanya. Awalnya siswa kelas 5 ketika diberikan soal semacam di atas
sebelumnya hasilnya juga masih “nol”,tidak ada yang benar dari segi jawaban
akhir, namun mereka mulai nampak bisa mengeluarkan uneg-uneg dan cara yang bisa
dipikirkannya untuk menyelesaikannya. Cara yang tak biasa, cara yang tak
terduga akan ada. Meski salah hasil akhirnya, tidaklah mengapa. Namun, dengan
sering latihan (sang guru memberikan soal semacam itu hanya ketika masuk konsep
baru saja, bukan sebagai ulangan sehingga tidak terlalu menakutkan bagi siswa)
siswa akhirnya bisa. Otak kanan mereka terasah, lebih kreatif menyelesaikan
masalah yang ada. Termasuk matematika.
Guru matematika yang masih dominansi otak kirinya
adalah tugas bersama. Pemerintah pun akan berusaha mengubah mind set matematika
menjadi seimbang antara otak kanan dan otak kirinya. Karena sebenarnya
matematika adalah bahasa universal.
Faktanya pula, siswa yang hanya pandai berhitung
saja bukan jaminan dia akan bisa dengan mudah menyelesaikan masalahnya manakala
guru tidak mengimbangi dengan soal sejenis di atas. Pernah sebuah sekolah
melakukan tes hitung cepat dan tes yang sifatnya seperti soal di atas (derajat
soal malah lebih mudah dari soal di atas). Hasilnya untuk tes hitung dasar
siswa berhasil mengerjakannya dengan baik, namun tes yang satunya, rata-ratanya
hanya 6 sekian. Dalam hidup, pada akhirnya memang keduanya memang harus
sama-sama dikuasai. Keduanya bersifat komplementer. Bukan saling meniadakan. Hitung
dasar sebagai alat, konsep sebagai cara penyelesaian masalahnya.
Otak kanan dengan matematika? Bisa, dan sangat bisa.
Pantun ini bisa menjadi bukti pula.
Is it a decimal or is it a fraction,
Should I divide or use subtraction?
Can anyone tell me what is this shape,
Do we use a ruler or maybe a tape?
One hundred centimetres make one metre,
How many millilitres to a litre?
Push the buttons on a calculator,
Teacher shouts 'Use your brains!' - you'll need them later.
Three times six, find the factor,
(But not using a protractor)
;) wah amazing ya .. subhanallah
BalasHapusWoooww! Kerenn!
BalasHapus