Senin, 12 Januari 2015

Sekali Waktu, Berhentilah Bekerja!


            “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

            Ehm, tak ada yang salah dengan firman Allah di atas. Tugas kekhalifahan manusia di bumi memang mau tidak mau menuntut manusia bekerja dan bergerak aktif. Sehingga kata “sibuk” melekat pada jati diri manusia. Bahkan sangat sibuk. Ada yang untuk urusan dunia, ada pula yang untuk urusan akhirat, ada pula untuk urusan keduanya. Manusia tidak diam saja seperti patung. Bergerak adalah tanda kehidupan. Diam simbol kematian.

            Namun, di sisi lain Rasulullah bersabda,”Barang siapa yang bangun di pagi hari dan hanya dunia yang dipikirkannya, sehingga ia tidak dapat melihat hak Allah dalam dirinya, maka Allah akan menanamkan 4 macam penyakit padanya: kebingungan yang tiada putus-putusnya, kesibukan yang yang tidak pernah jelas akhirnya, kebutuhan yang tidak pernah merasa terpenuhi, dan khayalan yang tidak berujung wujudnya.”(HR Muslim)

 Kontradiksi, bukan, dengan yang difirmankan Allah tadi?
            Tidak! Sama sekali tidak! Justru ini akan saling melengkapi. Bekerja, bergerak adalah ciri mendasar manusia yang hidup. Ya bergerak memenuhi kebutuhan hidup, menyeru orang pada kebaikan, menuntut ilmu, dsb. Tidak bisa tidak, manusia akan bergerak. Namun, manusia tetap punya keterbatasan. Ada lelah yang mendera, lahir dan batin. Apa yang terjadi jika manusia bekerja tiada henti? Fisiknya lama-lama lemah, bahkan menderita sakit karenanya. Untuk urusan ini, yakin, manusia sudah bisa tahu diri. Ketika mendapati tubuhnya kurang sehat, izin tidak bekerja pun akan dilakukan. Manusia akan beristirahat.

            Bagaimana jika manusia lelah batin? Terkadang, hal ini malah manusia sering melupakannya, apalagi jika kondisi fisik senantiasa kuat. Bekerja sepanjang hari seolah tak dirasa. Sampai-sampai pulang larut malam adalah hal yang biasa. Tidur berkualitas akan menyegarkan tubuh kembali. Manusia lupa bahwa batinnya, ruhnya, jiwanya juga sedang lelah. Ingin rasanya batin berteriak menyampaikan keinginannya. Ya, aku ingin mendekat kepada-Nya. Dan kealphaan ini juga bisa melanda siapapun termasuk aktivis dakwah sekalipun. Bergerak ke sana kemari, menulis ini dan itu, mengajar sana dan sini hingga tak tersisa waktu baginya untuk menghadap-Nya. Sekedar munajat malam hari pun sering terlewat begitu saja. Sibuk bergerak, namun isi jiwanya kosong. Apakah ada dampaknya? Ada, sering kali dia bergerak namun tak memberi bekas.

            Maka, sekali waktu, berhentilah bekerja! Bukan untuk tidur menghabiskan malam, namun untuk mengingat kembali siapa diri dan siapa Dia. Bukan untuk memejamkan mata begitu saja, namun bagaimana dzikir mengingat-Nya bisa menjadi pengantar terpejamnya mata.


            Bukankah Allah akan membuat lupa manusia akan hal yang membawa manfaat untuknya manakala manusia melalaikan dzikir mengingat-Nya? Mengingat hak Allah dalam setiap aktivitas kesibukan adalah cara aman jiwa kembali mendapatkan siraman sejuknya. 

1 komentar:

  1. Bener bgt mbak, kita hrs berhenti sejenak dari hirup pikur kerjaan yang menumpuk untuk kembali mendekatkan diri pada Allah

    BalasHapus