Di bis tidak ada seperti ini.. |
Pernah
naik KRL alias kereta api listrik? Saya pernah. Meski tak sering-sering amat.
Beberapa kali naik bersama suami dan dua anak balita sering kali ketika kami
tak mendapati tempat duduk, 2 orang penumpang lantas merelakan kursi duduknya
untuk kami. Apa yang mereka lakukan sesuai dengan apa yang sudah dianjurkan
oleh pihak KRL untuk memprioritaskan orang tua, ibu hamil, orang cacat, dan
orang tua yang membawa anak balita. Kalau penumpang tak peduli dengan anjuran
itu, biasa petugas KRL mengingatkan. Pengalaman selama ini begitu. Tapi sedikit
atau banyak, ada kali yang tetap cuek.
Sama
ketika pulang kampung kemarin, ketika perjalanan dari Lamongan ke Surabaya naik bis. Saya
menggendong Nasywah yang berusia 2 tahunan, sedang suami menggandeng Qowiyy
usia hampir 5 tahun. Ternyata, kami berdiri semua. Qowiyy berdiri sambil
memegangi celana ayahnya. Agak risih dia. Hampir setengah jam dia berdiri. Ada
keluh kesah dilontarkannya. Kakinya mulai pegal. Keringatnya mulai bercucuran. Sesekali
dia hampir jatuh karena bis bergoncang karena jalan rusak, dsb. Qowiyy meminta
gendong ayahnya. Suami pun menggendong. Tapi karena kernet bis jalan dari depan
ke belakang cukup mengganggu posisi suami menggendong Qowiyy, akhirnya sulung
saya ini berdiri lagi. Ada kantuk di matanya. Dia tahan-tahan. Maklum kalaupun
menunggu bis berikutnya bisa menunggu 1 jam an lagi dengan kondisi yang sama.
Maka, kami nekat saat itu untuk naik.
Suami
berkata setengah berbisik,”Jangan berharap kayak di KRL. Di bis nggak ada
aturan kalau orang tua bawa anak balita diprioritaskan tempat duduknya!” Saya
mengangguk dan tersenyum. Lalu, saya melihat penumpang di sekeliling saya.
Banyak laki-laki yang kekar dan beberapa perempuan yang tampak muda. Dan semuanya
hanya melihat kami. Padahal di perjalanan selanjutnya, meski kami naik bis
patas, saya melihat seorang penumpang merelakan tempat duduknya untuk ibu tua
yang salah masuk bis. Inginnya bis biasa, namun keliru naik bis patas padahal
sudah penuh. Pemandangan yang berbeda ketika di bis sebelumnya. Tak ada
penumpang yang peduli. Ya, minimal untuk anak sulung saya tadi. Sudahlah!
Untung hanya setengah jam, setelah itu setengah jam berikutnya, alhamdulillah
kami mendapat tempat duduk karena ada penumpang yang turun. He, Qowiyy langsung
tertidur pulas.
Mungkin
memang salah kami mengapa tak memilih alternatif kendaraan lain dengan jurusan lain. Ada sih, tapi memang
jadi lebih memakan waktu. Ada juga lewat jalur lain, tapi kondisinya malah
kemungkinan besar kami tidak mendapat tempat duduk di bis lebih lama lagi.
Paling tidak jadi bisa introspeksi bahwa kami ke depannya hendaknya bisa
menjadi penumpang yang peduli jika ada penumpang lain mengalami kejadian
seperti yang kami alami. Kepedulian memang harus diasah, bukan?
Saya pernah mengalami perjalanan yg tidak nyaman alias tidak mendapat tempat duduk dlm perjalanan pulang dari Solo ke Bandung dengan kereta api. Management KA blm seperti sekarang memaksakan menjual tiket walaupun sdh tdk ada tmpt duduk lagi. Jadilah kami berdiri dari solo sampai jogja pdhl disebelah adalah seorg bapak dgn seragam ABRI, empati dikita memang msh kurang krn seringkali tmpt duduk utk manula dan disable saja msh ditempati mereka yg normal, nice post mba heny.
BalasHapus