Senin, 30 Maret 2015

Agar Sama Panjang



            “Sedotannya lagi diapakan Nak?”
            “Buat mainan aja kok Pak, disambung-sambung,”jawab Farzan.
            “Kalau disambung bisa panjang dong?”
            “Memang begitu.”
            “Bisa minta sedotannya 4 buah, sayang?”
            “Ini,”jawab Farzan.
       Lalu bapaknya meminta tolong Farzan untuk menyambung 2 sedotan yang lain. Bapak Farzan memberdirikan 1 sedotan dan 2 sedotan yang sudah disambung anaknya di lantai.
            “Mana yang lebih panjang?”tanya sang bapak.
            “Yang disambung Pak!”jawab Farzan.
            “Mengapa lebih panjang?”
            “Terlihat lebih tinggi ketika berdiri.”
            “Bagaimana agar sama panjang?”
            “Yang lebih panjang tadi diambil saja sedotannya 1, pasti akan sama,”jawab Farzan sambil melepas sambungan sedotan sehingga sisa 1 sedotan.
            “Wah, benar sekali, tapi rasanya ada yang janggal tidak?”
            “Nggak ada tuh Pak.”
            “Coba bapak tanya, kalau misalkan 2 sedotan yang tadi kamu sambung itu adalah sebuah tanaman dengan panjang segitu, lalu tiba-tiba kamu potong tanamannya agar dia panjangnya jadi sama dengan tanaman serupa di sebelahnya yang masih baru saja tumbuh, kira-kira apa yang terjadi?”
            “Bisa-bisa mati ayah.”
            “Tanaman yang di sebelahnya?”
            “Tetap hidup karena tidak dipotong.”
            “Karena tidak dipotong, kira-kira bisa tidak suatu saat panjangnya menyamai tanaman yang tadi mau dipotong tapi nggak jadi?”
            “Bisa saja, apalagi dikasih pupuk lebih banyak, disiram tiap hari.”
            “Berarti bagaimana tadi mestinya agar sedotannya jadi sama panjang?”
        “Mendingan sedotan yang cuma satu ditambah lagi 1 dengan cara disambung, sama kayak sebelahnya.”
            “Betul. 2 sedotan yang sudah disambung sebelumnya adakah merasa dirugikan?”
            “Nggak lah, kan nggak diapa-apain."

            Intisari dialog sederhana di atas adalah bagaimana ketika seseorang ingin berubah, maka dialah sendiri yang harus berusaha mengubahnya, tanpa merugikan orang lain. Dan ini tidaklah mudah. Buktinya, masih ada saja karena ingin menjadi kaya, seseorang nekat menjadi pencuri, seseorang berani untuk korupsi. Yang demikian ini tentu saja merugikan orang lain. Seharusnya dia bisa bersikap seperti Abdurrahman bin Auf yang ketika hijrah ke Madinah dalam keadaan tidak punya apa-apa, ketika ditawari harta saudara kaum Anshar, dia tidak mau menerima melainkan Abdurrahman bin Auf ingin ditunjukkan dimana pasar. Di sanalah dia akhirnya berdagang. Usaha berdagangnya membuahkan hasil sehingga dia menjadi orang yang kaya raya. Saking kayanya Abdurrahman bin Auf bingung kemana dia harus infakkan hartanya. Hingga suatu ketika aka nada berita bahwa pasukan muslim akan menghadapi Perang Tabuk. Maka Abdurrahman bin Auf bersegera menemui Rasulullah dengan membawa 200 uqiyah emas. 


            Pesannya singkat saja. Jika ingin berubah, berubah saja. Jika tak mau pun tak usah merugikan orang lain, karena apa yang dilakukannya juga berlaku untuk dirinya sendiri. Allah Maha Menyaksikan apa yang manusia niatkan tentang sebuah perubahan. Dia akan menolong hamba-Nya manakala dia berusaha sendiri mengubah hidupnya. Lagi-lagi anak harus mampu memaknai hal ini. Bahwa jika dia ingin menjadi juara di kelasnya dia pun harus berusaha sendiri tanpa merugikan orang lain. Filosofi sedotan bisa mengajarkannya. Anak tak sekedar memahami konsep panjang, namun lebih dari itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar