Rabu, 10 Desember 2014

Kembali Berteman

radar bojonegoro 23 nopember 2014

            Sudah 2 hari Rido dan Deni tidak saling menyapa. Masalahnya sepele sekali. Deni lupa tidak mampir ke rumah Rido ketika berangkat sekolah. Rido marah besar dan tak lagi mau berteman. Biasanya, dua bocah ini memang berjalan kaki bersama-sama ke sekolah. Demikian juga ketika pulangnya.

           Di kelas keduanya saling diam. Deni berusaha mendahului untuk menegur hari ini. Rido tak menyahut, malah memalingkan muka. Ketika ada tugas kelompok, biasanya mereka selalu bersama. Kali ini Rido memilih teman lainnya. Deni sedih karena Rido tak peduli padanya.

            “Deni, Rido mana? Biasanya dia sering belajar ke sini kalau sore ngerjain tugas sama kamu,” tanya ibu Deni. Bu Fifi namaya.
            “Rido marah, Bu, sama Deni. Gara-gara beberapa hari yang lalu Deni tak bisa mampir ke rumahnya berangkat sekolah sama-sama.”
            “Emang kenapa kamu tak mampir, Nak.”
            “Ketika itu di tengah jalan sebelum ke rumah Rido, Deni harus menolong seorang nenek buta yang mau ke tukang sayur. Daripada nyasar Deni tolong. Jalannya kan nggak nglewati rumah Rido.”
            Bu Fifi tersenyum kagum. Perempuan berkacamata itu mengingatkan agar besok tetap menyapa Rido lagi. Deni mengangguk.
            “Aduh!” tiba-tiba Rido berteriak keras sekali. Lalu tangisnya pecah membubarkan pekerjaan teman-temannya yang lain di ruang komputer sekolah.

            Kelas riuh dan ramai. Anak-anak ketakutan melihat yang dialami Rido. Pak guru datang dan melihat kejadiannya. Rido kesetrum. Ketika guru menjelaskan di depan, Rido asyik membaca komik sendiri. Tak sengaja kakinya menyentuh colokan listrik di tembok. Rido kesakitan. Karena kaget dan tak sanggup menahan, tubuh Rido jatuh ke lantai. Tangannya terbentur meja dan memar.

            “Adakah yang mau membantu bapak ambilkan obat salep di UKS untuk memarnya Rido.”
            “Saya mau, Pak! Salep saja?” sahut Deni.
            “Sekalian obat merahnya juga ya. Sepertinya ada yang tergores sedikit tangannya. Ada darahnya.”

            Deni segera menuju UKS. Dibantu petugas UKS, Deni bisa membawa salep dan obat merah buat Rido yang kesetrum baru saja. Deni pun membantu gurunya mengoles salep ke tangan Rido. Tampak serius Deni membantunya. Kaki yang kesetrum sudah diobati Pak guru.

            “Biar saya bantu, Pak, memapah Rido duduk lagi di kursinya,” Deni menawarkan bantuan lagi. Teman-teman yang lain duduk ke tempatnya semula dan mengerjakan tugas pelajaran komputernya. Setelah Rido duduk nyaman, Deni pun duduk di kursinya sendiri.

            Keesokan harinya Rido tak masuk sekolah. Deni tampak sedih. Ketika mampir di rumah Rido, orang tuanya berkata kalau Rido masih sakit kakinya. Sepulang sekolah, Deni mampir lagi. Kali ini Deni menjenguk Rido. Dibawakannya es krim kesukaan Rido yang dia beli dari uang sakunya.

            “Ini buatmu, Rido. Moga kau senang es krimnya.”
            Rido tersenyum bahagia. Tak menyangka Deni begitu baik kepadanya. Deni tak marah meskipun beberapa hari diabaikannya. Rido malu.
            “Aku pulang dulu, ya, Rido! Ntar kalau sudah sembuh kita main sama-sama lagi. Berangkat dan pulang sekolah lagi.”
            “Kamu masih mau ke sekolah bareng aku?” tanya Rido.

            Deni mengacungkan jempolnya. Keduanya tersenyum dan saling berjabatan tangan. Siang itu Rido juga tahu alasan beberapa hari yang lalu Deni tak mampir ke rumahnya. Rido mengerti. Deni bahagia karena teman baiknya sudah mau berteman dengannya lagi.


            Kesetrum membuat Rido sadar. Dia bisa kembali berteman dengan Deni yang telah menolongnya. 

1 komentar:

  1. Sederhana namun sarat makna ya mbk krn kesalahfahaman anak2...salam kenal bunda..*_*

    BalasHapus