Apakah
kaya itu sebuah keharusan? Iya. Paling tidak ini jawaban saya setelah mendengar
beberapa kasus, bahkan mengalaminya sendiri. Kaya adalah keputusan yang tidak
bisa ditunda. Namun, tetap ada rambu-rambunya.
Seorang
ibu bercerita bahwa kamar tidurnya yang hanya ada 2 sudah tak bisa layak untuk
dijadikan tempat tidur. Anaknya sudah beranjak dewasa dan menuntut agar bisa
tidur di kamar sendiri. Tak ingin lagi bersama adiknya. Alhasil, ayah ibunya
mengalah harus tidur di luar tanpa kasur empuk pula. Hal yang hampir senada
dialami oleh pasangan suami istri beranak 3. Yang sulung sudah kelas 3 SD.
Mereka tidur sekamar berlima. Privasi sudah tidak ada lagi, kecuali harus
mencuri-mencuri kesempatan.
Kisah
ini lain lagi. Ketika lebaran tiba, seorang ibu yang sudah cukup baya berkata
pada anak perempuannya. “Ntar kalau ibu sudah nggak kerja lagi, yang bisa kasih
uang siapa ya? Bapak kan sudah nggak kerja juga?” Pertanyaan sang ibu
mengagetkan diam anaknya. Ya betul! Siapa yang akan memenuhi kebutuhan bapak
dan ibunya nanti? Dulu, ketika belum punya anak, sang anak cukup sering
membantu keuangan orang tuanya. Namun,semenjak punya anak dan tidak bekerja
lagi, sang anak sungkan jika harus meminta suaminya, meski sebenarnya tak ada
penolakan dari suaminya. Tapi rasa enggan itu ada. Maka, sang anak pun
berjualan. Sebagian hasilnya meski kecil digunakan untuk membantu orang tuanya.
Maksudnya,
keberadaan rumah cukup luas itu penting. Dan untuk memenuhinya butuh uang.
Memuliakan orang tua itu penting. Dan faktanya juga memerlukan uang. Belum
kebutuhan lainnya. Maka wajar jika
akhirnya kaya menjadi sebuah kewajiban. Lagi pula, tak ada orang ingin miskin.
Sekuat tenaga, setiap orang ingin bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
normal dan berkecukupan.
Kaya.
Untuk kaya tetap ada rambu-rambunya. Kreativitas, motivasi, dan usaha adalah
utama. Hasil biarkan apa adanya sambil terus dievaluasi. Sudah bekerja namun
pas-pasan, berarti memang harus ada tambahan. Atau bagaimana mengembangkan
pekerjaan hingga tetap fokus namun bisa menghasilkan lebih.
Untuk
kaya tetap ada rambu-rambunya. Yang pasti haruslah halal apa yang diusahakannya.
Jangan lantas karena pikiran terpaku pada uang dan kaya, segala macam cara
dilakukan, tanpa peduli halal haramnya. Apalagi kalau sampai melakukan
tipu-tipu.Wah, harus dihindari sekali. Wilayah seperti ini mesti ekstra
hati-hati.
Untuk
kaya tetap ada rambu-rambunya. Jika memang memaksa seorang perempuan apalagi
seorang istri/ibu, pastikan mendapat izin suaminya. Bagaimanapun taat suami
meski keadaan susah tetap lebih baik daripada berhasil mendapatkan penghasilan
sendiri, namun nihil ridho suami. Selain itu, memastikan bahwa pendidikan dan
pengasuhan anak tetap terbaik tak bisa dilupakan begitu saja. Bukan soal
seberapa materi dan fasilitas yang bisa diberikan, namun termasuk kasih sayang.
Kaya.,
tetap ada petunjuknya. Bersyukur adalah kuncinya. Berapapun yang didapat asal
bersyukur dan terus berinovasi dengan halal maka akan ada tambahan nikmat
karenanya. Kaya hati ini akan menambah kaya-kaya lainnya.
Kewajiban
untuk kaya? Ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar