Jumat, 18 Januari 2013

Bagaimana Matematika sebagai Bahasa Bisa Diajarkan?


Ketika sebuah konsep Matematika diberikan oleh seorang guru kepada siswa ataupun siswa mendapatkannya sendiri melalui bacaan, maka saat itu sedang terjadi transformasi konsep Matematika. Respon yang diberikan siswa merupakan interpretasi tentang informasi tadi. Dalam Matematika, kualitas interpretasi dan respon itu seringkali menjadi masalah istimewa. Hal ini sebagai salah satu akibat dari karakteristik Matematika itu sendiri yang sarat dengan istilah dan simbol. Karena itu, kemampuan berkomunikasi dalam Matematika menjadi tuntutan khusus. Bahkan, secara khusus, hal ini juga merupakan tujuan pembelajaran Matematika dalam Kurikulum 2006.
Peressini dan Bassett (dalam NCTM,1966) berpendapat bahwa tanpa komunikasi dalam Matematika guru akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi Matematika.
Jika demikian adanya, bagaimanakah melatih komunikasi siswa dalam Matematika? Menurut Cai, J., Lane, S., dan Jakbcsin, M.S. (dalam NCTM, 1996) salah satu model yang pernah berkembang untuk melakukan hal ini dinamakan Open-Ended Tasks. Di dalamnya berupa format evaluasi dalam bentuk pertanyaan open-ended, yaitu suatu pertanyaan yang memberi keleluasaan pada siswa untuk menjawab secara benar dengan kemungkinan alasan atau cara menjawab yang beragam. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, menurut Peressini dan Bassett (dalam NCTM, 1996) lebih memberi kesempatan dan pengalaman belajar, serta masalah komunikasi yang dimiliki siswa.
Selain open ended tasks, berikut serangkaian kegiatan pembelajaran Matematika yang mampu melatih komunikasi siswa dalam Matematika:
1.     Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea Matematika
Cara pertama ini sangat cocok saat guru berusaha menanamkan konsep ke siswa. Tentu saja keahlian guru dalam teknik bertanya sangat mendukung agar siswa mampu membuat kaitan antara benda nyata, gambar, dan diagram dengan Matematika. ”Mengapa bisa begitu?”, ”Kok tahu, darimana?”, ”Apa alasannya?”, bisa menjadi pertanyaan yang bisa mengantarkan siswa mengkomunikasikan konsep Matematika yang mereka dapat dari benda nyata, gambar, dan diagram. Misalnya, guru membawa dua gelas masing-masing berisi 3 sedotan. Guru bertanya, ”Apa yang bisa diungkap dari gelas dan sendok ini?” Maka akan banyak alternatif jawaban siswa dan mereka harus mengkomunikasikan alasannya.
2.    Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol Matematika
Pembelajaran RME (Realistic Mathematic Education) atau CTL yang mengedepankan kontekstual adalah pendekatan yang mampu mengembangkan komunikasi siswa tentang konsep Matematika. Misalkan, guru bercerita tentang aktivitas seorang ibu yang ketika pagi hari menggoreng telur setengah matang, lalu berangkat ke sekolah upacara pagi. Saat upacara, bendera merah putih dikibarkan. Guru bertanya,”Apa yang bisa diungkap dari cerita tersebut?” Ada kemungkinan siswa akan menjawab,”Setengah pada setengah telur bukan pecahan, sedangkan bendera merah putih, bagian merah atau bagian putihnya adalah pecahan yaitu setengah.”
3.    Membaca, menulis, mendengarkan, dan berdiskusi tentang Matematika 
Seperti disebutkan di atas, salah satu bentuk komunikasi Matematika adalah kegiatan membaca Matematika. Membaca Matematika memiliki peran sentral dalam pembelajaran Matematika. Sebab, kegiatan membaca mendorong siswa belajar bermakna secara aktif. Ini berarti bahwa pembaca tidak hanya sekedar menarik arti dari teks tetapi juga menggunakan pengetahuannya, minatnya, nilainya, dan perasaannya untuk mengembangkan makna.
Kemampuan mengemukakan idea Matematika dari suatu teks, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan merupakan bagian penting dari standar komunikasi Matematika yang perlu dimiliki siswa. Sebab, seorang pembaca dikatakan memahami teks tersebut secara bermakna apabila ia dapat mengemukakan idea dalam teks secara benar dalam bahasanya sendiri. Karena itu, untuk memeriksa apakah siswa telah memiliki kemampuan mambaca teks Matematika secara bermakna, maka dapat diestimasi melalui kemampuan siswa menyampaikan secara lisan atau menuliskan kembali idea Matematika dengan bahasanya sendiri.
Bahasa ada jika dikomunikasikan. Matematika demikian pula. Mengajarkannya, sama dengan berbicara dengannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar