Minggu, 27 Januari 2013

Gara-gara Plat Nomor Mobil


            Bruk!” suara tas sekolah berwarna kuning berbentuk beruang menghantam kasur dengan keras.
”Uh ... uh ... uh, sebel aku ma guru baru itu!” Deny menyepak kaos kaki putih yang telah dilepasnya ke arah jendela.
”Kenapa anak mama ini ya? Pulang-pulang kok udah ngomel?“ Mama Sinta membuka kamar anaknya yang masih duduk di kelas 3 SD swasta di kawasan Surabaya.
”Itu! Masak seminggu ini Matematikanya mencongak terus tu perkaliannya! Dah aku nggak bisa cepet lagi ngerjainnya! Sebel kan Ma? Nih lihat nilaiku. Ancur kan? Nggak ada yang lebih dari 5!”
”Emang Adik Deny nggak belajar sebelumnya?”
”Hih siapa bilang! Aku tuh bisa Ma, tapi gurunya terlalu cepet pindah ke soal berikutnya. Kan nggak bisa mikir!”
”Ya udah, ntar belajarnya sama mama aja. Dijamin seneng deh!”
”Janji ya Ma,” suara Deny melemah tapi masih cemberut bibirnya, hampir menyentuh hidung.
Sore itu habis sholat ashar, Mama Sinta mengajak Deny jalan-jalan ke pameran buku di World Trade Centre. Di depan pintu gerbang banyak mobil lewat bersliweran menuju tempat parkir yang aman. Sebelum masuk ke dalam, Mama Sinta menunjuk sebuah plat nomor mobil berwarna perak yang sedang merayap perlahan menunggu antrian.
”Adik Deny, coba sebutkan angka berapa aja yang ada di plat nomor mobil itu!”
”3425, kenapa Ma?”
”Sekarang, hitung deh berapa kalo dikalikan semua angkanya?”
”3 x 4, 12, trus dikali 2 hasilnya 24, dikali 5, aduh berapa Ma?”
” Ayo, keburu mobilnya jalan!”
”120!”
Mama Sinta mengacungkan jempolnya. Selanjutnya, plat nomor mobil urutan berikutnya. Warnanya hijau mengkilat tanda baru saja dicuci.
”Yak, ayo hitung Adik Deny!”
”5 kali 2 kali 1 kali 8, delapan puluh Ma!”
”Lanjut lagi! Jangan menyerah!”
”7 kali 3 kali 2 kali 2 lagi. Ehm, ehm, 84 kan Ma?”
Lagi-lagi Mama Sinta tersenyum dan mengacungkan jempol kanannya. Deny melakukan hal yang sama setiap kali mobil melintas di depannya. Sampai-sampai lupa kalau mau beli buku cerita tentang kepahlawan. Mama Sinta berhasil membuat anaknya lupa dengan kekesalannya tadi siang, plus belajar Matematika yang menyenangkan.
Menjelang waktu maghrib, saat mega merah merajai langit di sebelah barat, Deny dan mamanya membanting setir pulang ke rumah yang tak jauh dari WTC. Sepanjang perjalanan, Deny masih saja asyik menghitung perkalian angka-angka yang ditata urut di plat nomor mobil yang dilihatnya. Dibonceng di sepeda motor membuatnya bebas memandang plat nomor-plat nomor itu. Dikatakannya jawaban hitungannya yang mulai cepat kepada mamanya. Mengangguk-angguk Mama Sinta membenarkan anaknya.
”Ma, tadi Deny benar berapa menghitung perkaliannya?”
”Ehm, anak mama memang hebat! 100 nilainya alias benar semua!” Mama Sinta mencubit pipinya yang imut.
”Benar Ma?” Deny tak percaya.
Mama Sinta kini menyodorkan jempolnya dua di hadapan anaknya. Deny berlari meninggalkan mamanya dengan hati girang. Ketika waktunya belajar disikatnya soal-soal yang diberikan mamanya untuk latihan. Sepuluh soal bisa diselesaikannya dalam waktu kurang dari 1 menit. Kemajuan yang luar biasa.
Keesokan harinya, ketika pelajaran Matematika. Guru baru yang mengajar mata pelajaran momok ini mengumumkan nilai mencongak perkalian milik siswa-siswanya. Ketika sampai pada nama Deny, matanya terbelalak tanda heran. Bagaimana Deny mendapatkan nilai 8, hanya salah dua nomor saja.
”Deny!” panggil ibu guru baru itu.
”Apa Bu?”
”4 x 5 x 2 x 7 hasilnya berapa?”
”280 Bu!” jawab Deny dalam hitungan 5 detik.
Tak salah kini. Deny mengalami peningkatan. Guru baru itu pun akhirnya salut dan memberi Deny pujian. Pulang sekolah, Deny pun masih sibuk menghitung hasil kali angka-angka pada plat nomor mobil yang dijumpainya di jalan. Sampai-sampai sopir mobil rumah yang menjemputnya bingung dengan apa yang dilakukannya.
”Mama ...., Mama ....,” Deny memanggil-manggil Mama Sinta.
”Aduh yang baru saja pulang. Senang amat kelihatannya!”
”Ya iyalah, mencongakku dapat nilai 8 Ma! Besok pasti bisa 10. Ntar, jalan-jalan ke WTC lagi ya Ma!”
”OK! Mama Sinta geleng-geleng melepas anaknya pergi masuk ke kamar.
Begitulah! Selama pameran buku masih belum ditutup, Deny selalu mengajak mamanya ke WTC hanya untuk belajar perkalian. Memanfaatkan plat nomor mobil yang berbaris menunggu giliran. Selama itu pula, nilai 10 selalu diperolehnya setiap kali ada mencongak masalah hitung perkalian. Mama Sinta bangga pada anaknya. Obat yang diberikannya ternyata manjur membuatnya belajar sedemikian rupa.
”Ma, berarti plat nomor sepeda motor juga bisa dong Ma dipake buat belajar perkalian?”
”Wah, tambah cerdas aja anak mama satu ini!”
”Hasil perkalian plat nomor mobil kita berarti 6 x 1 x 2 x 3 sama dengan 36. Kalau plat nomor sepeda motornya 6 x 6 x 1 x 2 sama dengan 72. Gimana Ma?”
”Siiiiip!”
Deny kian semangat ke sekolah. Tak jengkel lagi dia sama ibu gurunya. Ibu gurunya pun senang melihat perubahan otaknya yang jadi pintar. Berapa pun jumlah soal mencongaknya,  Deny tak pernah mendapatkan nilai di bawah 5 seperti awalnya. Selalu benar semua.
”Deny!”
”Siap Ibu!”
”4 x 2 x 5 x 3 sama dengan ...”
”120 Bu!” jawab Deny sebelum gurunya selesai bertanya.
”Hebat! Siapa yang mengajarimu?”
”Plat nomor mobil Bu!”
Seisi kelas menertawakannya. Bu guru baru itu pun bingung menafsirkan jawaban Deny.

3 komentar:

  1. subhanaLlah, inspiratif sekali say, eh panggilanmu siapa sih? hehehe...memang basicnya math ya, keguruan atau apa?

    BalasHapus
  2. Mba Heny jago matematika, tulisannya tentang matematika inspiratif sekali.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, biasa aja mbak ety handayaningsih. salam kenal dari saya.

      Hapus