Fakta Berbicara
Prestasi anak bangsa ini tentang
sebuah mata pelajaran yang disebut matematika masih saja di bawah ambang batas
kenormalan. Berdasarkan data nilai rata-rata matematika UASBN SD di Jawa Timur
sebesar 6,33 dan di Surabaya sebesar 6,64 (Kompas, 19 Juni 2008), maka
rata-rata ini masih menempati urutan terakhir dari dua bidang studi lainnya
yang mencapai angka 7 lebih. Bahkan, di Surabaya masih ditemuai siswa SD
mendapatkan nilai matematika UASBN kurang dari 1 sebanyak 10 anak. Meskipun
fakta menunjukkan adanya anak bangsa yang mampu meraih nilai 10 bulat untuk
pelajaran ini di tingkat SMP (66 siswa di Jakarta dan Bekasi, www.republika.co.id, 21 Juni 2008) dan
dua kali meraih medali perunggu olimpiade matematika internasional di Ukraina
(kick andy metro tv, 12 Juni 2008), namun masih belum mampu mendongkrak
kualitas prestasi matematika secara menyeluruh. Terbukti saat Ujian Nasional
baik SMP/MTs maupun SMA/MA, sebagian besar ketidaklulusan/ rendahnya rata-rata
disebabkan mata pelajaran ini. Kasubag Humas Kanwil Depag Jatim, M. Nawawi
menuturkan bahwa bagi siswa MA program keagamaan dan IPA, pelajaran matematika
masih merupakan momok yang paling ditakuti (Jawa Pos, 15 Juni 2008). Pada situs
www.metrotv.news tanggal 15 Juni 2008
juga melaporkan hal yang senada. 172 siswa dari 1300 siswa SMA di Kutacene,
Aceh Tenggara tidak lulus dan salah satu penyebabnya adalah sulitnya pelajaran
matematika. Siswa program Bahasa di SMAN 1 Pare-Pare pun merasakan hal yang tak
jauh beda.
Lalu, alternatif solusinya?
Sekarang,
coba bayangkan seorang pembeli berada di dalam supermarket. Apa yang terlintas
dan tervisualisasikan di benak Anda?
Pertama, kesan positif yang menggoda. Ketika pembeli
masuk ke dalam supermarket, nampak di penglihatannya adalah kertas-kertas indah
bergelantungan di tengah-tengah ruangan atau lorong-lorong bertuliskan harga
sebuah produk, berwarna warni, menggiurkan hati untuk membeli produknya. Selain
itu, ada juga papan-papan berdiri menyuguhkan gambar produk yang besar, pun
mengajak pembeli untuk segera menghampiri produknya. Maka begitulah seharusnya
matematika. Apa yang terjadi jika
rumah, kamar, dan ruang kelas siswa Anda penuh dengan poster matematika? Lengkap
dengan atributnya yang menarik, menyimbolkan betapa matematika itu tidak sulit?
Tak ayal, siswa Anda pun pasti tergoda. Lingkungan begitu luar biasa memberi
kesan. Jika setiap hari siswa Anda dicekoki hal-hal positif matematika maka
kesan positif pula yang akan terbesit dalam pikiran anak itu. Meningkatkan
gairahnya untuk belajar matematika. Apalagi jika target rata-rata UASBN/UN
sudah disepakati guru dan siswa jauh-jauh sebelumnya serta ditempel di mading
kelas, maka segala aktivitas belajar akan mengarah ke sana .
Kedua, keramaian yang menyenangkan. Apa yang terjadi
jika supermarket tidak ada musik yang menggema di dalamnya? Tanpa lampu
bersinar menerangi ruangannya? Tanpa aroma wangi merebak di dalamnya? Sepi dan
suram. Tidak menyenangkan, tak ada pelibatan emosi pembeli untuk melakukan
aksinya. Ketika masuk, bisa saja langsung pergi lagi. Maka, ketika siswa Anda
sudah siap belajar matematika, libatkanlah emosinya. Belajar dengan perasaan
senang. Gampang saja! Aktivitas permainan, penggunaan media dalam prosesnya,
menyimpulkan dengan nyanyian yang disukainya, serta tepuk-tepuk, mampu membuat siswa
Anda kerasan menikmati suguhan matematika. Emosi siswa juga akan lebih nampak
jika guru berani menyodorkan peristiwa-peristiwa kontekstual matematika terkait
dengan kehidupan siswa sehari-hari.
Ketiga, pembeli yang aktif. Hampir bisa dipastikan,
ketika pembeli tertarik dengan sebuah produk maka dengan segera dia
menghampirinya, melihat-lihat kemasannya, lalu mengambilnya. Supermarket dan
produk dagangannya tak akan berarti apa-apa jika tak ada pembeli yang terlibat
di dalamnya. Pembeli adalah siswa Anda , sedang produk adalah matematika itu
sendiri. Ketertarikan anak Anda terhadap matematika secara otomatis akan menjadikannya
untuk segera aktif mempelajarinya.
Keempat, komentar pembeli. Produk sudah di tangan
lalu dikonsumsi oleh pembeli. Selanjutnya, apa yang akan dilakukan pembeli itu?
Biasanya, komentarlah yang muncul duluan. Ditanya keluarga, teman, bahkan tetangga,
pembeli itu pun berusaha menjelaskan tentang kualitas produk yang dibelinya.
Jika baik akan menularkan virus baik bagi pembeli lain untuk melakukan hal yang
sama. Jika buruk, tentu saja berlaku sebaliknya. Matematika hanya menjadi
produk bisu jika tidak dipromosikan oleh siswa Anda. Usahakan, setiap kali
belajar Matematika ajak siswa Anda untuk mengutarakan pendapatnya. Siswa
terkadang memiliki kelebihan ilmu yang luar biasa, didapatkannya dari banyak
referensi dan lingkungannya. Maka, akomodasikanlah kelebihannya dengan
memintanya untuk menjelaskan dan mengungkapkan perasaannya belajar matematika.
Akhirnya, tak ada waktu lagi untuk kita berleha-leha. Merevisi
cara didik terhadap anak-anak kita. Matematika menjadi idola, bukan lagi sebuah keniscayaan di angan-angan
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar