Sekali-kali mengingat masa kecil yang bahagia, boleh
dong! Ketika bisa menyanyikan lagu “Naik Kereta Api”. Yang syairnya lupa ini
saya ingatkan kembali.
Naik kereta
api, tut,tut, tut(hiks, sekarang mana ada kereta yang bunyinya begitu?)
Siapa hendak
turut
Ke
Bandung-Surabaya
Bolehlah naik
dengan percuma
Ayo, kawanku
lekas naik
Keretaku tak
berhenti lama
Sebentar-sebentar! Apa hubungannya lagu ini sama
IIDN? Ini kan lagu kesayangan anak sulung saya. Sampai-sampai tetangga bosan
mendengarnya. Kayak nggak bisa nyanyi yang lain saja!
***
“Ayo, Nak cepat tidur! Dah pukul 10.30. Kita kan ntar
mau pergi pukul 14.00,” ajak saya kepada anak-anak. Bunda harus ngerjakan
sesuatu nih!
“Biar nggak terlambat kayak kemarin ya?” tanya Qowiyy
seolah mengingatkan saya akan kejadian beberapa bulan lalu tepatnya ketika
Pelatihan Writerpreneur 1. Saya hanya bisa bilang,“Jumat hebat!” Kenapa?
Pelatihan tersebut selalu berlangsung di hari Jumat, berbenturan dengan
kegiatan rutinitas saya yang selesai jelang maghrib. Belum lagi jika dah sampai
rumah, badan langsung tekor. Nidurin anak eh, ikut bablas juga karena
kecapekan. Tahu-tahu bangun malam pukul 23.00 buka grup dah ada PR. Ngebut deh!
Tancap gas motor kenceng-kenceng!
“Iya!” jawab saya, padahal saya ingin buru-buru
menyiapkan sesuatu untuk ulang tahun IIDN yang ketiga kali ini yang jatuh juga
tepat di hari Jumat. Tuh kan, Jumat lagi? Kenapa ya? Kan, sayanya harus tancep
gas lagi kenceng-kenceng.
Toleh kanan kiri. Aman. Anak-anak sudah tidur. Semoga
tak cepat bangun seperti hari kemarin karena hidung buntu dan mbeler karena
habis kehujanan. Sang kakak biasa tidur 3 jam, sang adik 2 jam. Cukuplah untuk
buat sesuatu yang spesial untuk HUT IIDN.
Saya ambil kertas lipat, mainan anak, isolasi, dan
gunting. Sambil SMS an juga sih ngerjainnya, koordinasi untuk kegiatan pekan
depan. HP bergetar dan ada telepon masuk. Tidak saya angkat karena suara saya
bisa mengangetkan anak-anak. Kacau dong jadinya.
“Duh perutku keroncongan begini ya?” pikirku dalam
hati. Maklum, beras lagi habis dan hari ini masak nasi hanya cukup untuk
sarapan dan makan sore anak dan suami. Saya hanya kebagian sarapan saja, itupun
bukan porsi seperti biasanya. Ambil sedikit saja, meski untuk ibu menyusui
kayak saya pasti kurang karena lapar mudah mendera. Nggak papalah. Yang penting
anak dan suami kenyang.
“Tapi, kalau aku bikin mie goreng, waktunya akan
habis. Belum suara wajan dan sutil yang berpadu serta bau mie yang matang,
pasti akan membangunkan anak-anakku,” pikirku lagi. Akhirnya perut tetap
kosong. Tak ada makan siang. Padahal setiap hari pukul 11.00 saya sudah
kenyang. Nasib, nasib!
Menggunting dan menempel hampir selesai. Kurang
beberapa tempelan saja dan siap untuk dijepret. Maksudnya diambil gambar.
Kamera kebetulan tidak ada di rumah, sedang dibawa pengasuh di daycare, maka ntar jepretnya pakai HP
saja lah.
Saya masih merasakan perut tak berisi seperti tong
yang melompong. Mau ambil kue yang kusediakan untuk anak yang sulung, saya urungkan niatnya karena itu akan dibawa
ketika pas acara siang nanti sampai sore. Saya lihat sekeliling rumah mencari camilan.
Aha! Ada macaroni goreng dalam plastik biasa dijual dengan harga 500 rupiah.
Saya mengambil 1 bungkus saja meski ada dua.
“Kriuk, kriuk!”
“E e e, eaaaaaa,” suara anak sulung saya melengking
seperti merintih.
“Waduh, kok pakai berisik segala sih?” batin saya
sambil saya langsung menyamperin dia.
Saya elus-elus agar tidur lagi dan tidak mengganggu adiknya yang masih tidur.
Eh, dari masjid dekat rumah tiba-tiba terdengar suara
MC menggelegar mengajak kaum bapak dan lelaki lainnya untuk shalat Jumat. Sang
adik bangun, menyusu. Semoga tidur kembali. Namun, sang kakak cemburunya kumat.
“Bunda hadap mas Qowiyy saja, nggak usah ke Nasywah,”
rengeknya.
“Eh, Mas, adik kan haus. Ngomongnya pelan ya, biar
adik tidur lagi.”
“Eh, a, pa-pa,” sang adik berceloteh. Matanya
langsung berbinar dan senyam senyum melihat kakaknya. Alamat mereka tak akan
tidur lagi. Di luar kamar masih berantakan gunting dan teman-temannya. Kan
belum selesai aku membuat sesuatu untuk HUT IIDN kali ini. Percuma ditidurin
kembali, wong di masjid masih terdengar adzan sekali lagi, belum khotbah Jumat,
dan suara imam memimpin sholat Jumat berjamaah. Pasti juga takkan nyenyak
tidurnya. Akhirnya saya temani mereka berdua di dalam kamar. Tak ada
tanda-tanda mengantuk lagi di kedua mata anak-anak saya. Padahal mereka baru
tidur 1 jam-an saja.
“Bunda lagi buat apa itu?” sang kakak nggak betah di
kamar, ngacir ke depan dan melihat apa yang sudah saya buat meski belum
sempurna.
“Biarin ya, jangan disentuh, itu belum jadi, ntar
sebentar lagi setelah bunda foto bisa dimainin lagi,” teriak saya dari kamar.
Namun, karena masih khawatir dirusak saya segera ke depan menggendong si kecil
satunya lagi. Kali ini ganti sang adik yang rasa ingin tahunya muncul. Sang
kakak ternyata menurut. Dalam pangkuan saya sang adik menggeliat-menggeliat,
berontak, ingin meraih gunting dan spidol yang gantian saya pegang untuk
menyelesaikan pekerjaan saya yang belum selesai. Harus segera dituntaskan. Bayi
saya 9 bulan itu memang aktif.
“Sebentar ya Nak, dikit lagi nih,” kata saya sambil
terus sambil menggunting, menulis, dan menempel.
“Ah, adik, jangan ditarik keretanya! Ntar rusak, ini
punya mas Qowiyy!” teriak sang kakak marah. Ih, tapi ge-er dia. Kan keretanya bukan untuk dia. Saya juga sih yang salah,
pinjam mainannya tak pakai ijin.
“Maafin Bunda ya Mas. Habis difoto keretanya bisa
buat mas.”
Dan ta-ra!
Kereta api IIDN nya sudah jadi nih. Lihat! Maaf ya mbak Indari Mastuti bikinnya
buru-buru, motretnya juga sambil gendong sang bayi. Begini deh jadinya!
|
Kereta api IIDN buatanku! |
Yang di kepala gerbong ada masinisnya. Maaf ya mbak,
bukan berarti si beruang itu adalah mbak. Mbak Indari tetap
founder IIDN dan
Indscript Creative yang benar-benar kreatif. Maaf ya teh Lygia Pecanduhujan,
bukan berarti yang nangkring di gerbong kedua itu adalah teteh. Teh Lygia yang
asli mah tetap cantik dan luar biasa. Mbak Nunu, juga begitu ya, jangan diambil
hati ya jika yang numpang di gerbong ketiga itu gambarnya buaya. Hiks!
He, he, he. Jadi, apa sih yang Anda bisa katakan
tentang kereta api? Punya gerbong kah? Panjang kah? Ada masinisnya kah?
Penumpangnya banyak kah?
That’s right!
Kereta api memang seperti itu.
Komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis yang dikomandani
oleh Indari Mastuti bisa dikatakan seperti kereta api. Punya kepala gerbong
yaitu IIDN itu sendiri, ada masinisnya, ya Mbak
Indari Mastuti, dan ada
penumpangnya yaitu ibu-ibu yang semakin hari semakin gila menulis. Sudah 6.600
lebih penumpang berada dalam kereta api IIDN ini. Dan pastinya jumlah ini akan
semakin bertambah dan memungkinkan pihak IIDN menambah gerbong sehingga akan
semakin panjang keretanya. Kesuksesan acara Writerpreneur Buku Laris Rejeki
Manis dan Writerpreneur Artikel yang dikampanyekan terus sama Teh
LygiaPecanduhujan sebagai Markom IIDN diyakini juga ikut memperpanjang deretan
gerbong kereta api IIDN ini. Anggotanya tak cukup yang ada di nusantara saja.
Di luar negeri juga beterbaran penulis jebolan IIDN yang luar biasa.
Kereta api. Mari sejenak kita amati kereta api dengan
lebih teliti! Untuk tujuan Depok-Jakarta Kota saja, apakah masinis yang berada
di kepala gerbong akan mengendalikan keretanya di luar rute yang telah
ditentukan? Tentu tidak! Lalu, apakah gerbong-gerbong di belakangnya akan turut
serta menuju Jakarta Kota? Ya, iyalah! Kok bisa?
Itulah hebatnya kereta api. Sehebat IIDN ini. Ada
ikatan yang menghubungkan antara gerbong satu dengan gerbong yang lainnya
sehingga tidak terputus bahkan berjalan bersama. Lihat saja dan terus scroll ke bawah wall IIDN-Interaktif. Isinya saling menyapa, saling memotivasi,
saling membantu, tapi juga saling kompetisi dalam kebaikan. Jelas, dong!
Penumpang kereta api juga berkompetisi mencari tempat duduk yang enak. Rebutan
agar tidak sampai berdiri.
Tiket untuk bisa naik kendaraan ini pun terbilang
murah. Bahkan memang benar-benar gratis, segingga kita bisa naik dengan
percuma. IIDN tidak terbagi atas kelas eksekutif, bisnis, ataupun ekonomi. IIDN
untuk semua ibu-ibu, bahkan untuk calon ibu. Syaratnya juga gampang, pokoknya
tertarik untuk menulis meskipun belum pernah menulis sama sekali. Bahkan lebih
gampang lagi “suka bergabung dengan komunitas perempuan”! Gampang banget, kan?
So, tunggu apa lagi! Yang belum gabung, segera deh
naik kereta apinya! Kan, keretaku tak berhenti lama?