Minggu, 26 Mei 2013

Bicara Kereta Api, IIDN Dong!

Sekali-kali mengingat masa kecil yang bahagia, boleh dong! Ketika bisa menyanyikan lagu “Naik Kereta Api”. Yang syairnya lupa ini saya ingatkan kembali.

Naik kereta api, tut,tut, tut(hiks, sekarang mana ada kereta yang bunyinya begitu?)
Siapa hendak turut
Ke Bandung-Surabaya
Bolehlah naik dengan percuma
Ayo, kawanku lekas naik
Keretaku tak berhenti lama

Sebentar-sebentar! Apa hubungannya lagu ini sama IIDN? Ini kan lagu kesayangan anak sulung saya. Sampai-sampai tetangga bosan mendengarnya. Kayak nggak bisa nyanyi yang lain saja!
***
“Ayo, Nak cepat tidur! Dah pukul 10.30. Kita kan ntar mau pergi pukul 14.00,” ajak saya kepada anak-anak. Bunda harus ngerjakan sesuatu nih!
“Biar nggak terlambat kayak kemarin ya?” tanya Qowiyy seolah mengingatkan saya akan kejadian beberapa bulan lalu tepatnya ketika Pelatihan Writerpreneur 1. Saya hanya bisa bilang,“Jumat hebat!” Kenapa? Pelatihan tersebut selalu berlangsung di hari Jumat, berbenturan dengan kegiatan rutinitas saya yang selesai jelang maghrib. Belum lagi jika dah sampai rumah, badan langsung tekor. Nidurin anak eh, ikut bablas juga karena kecapekan. Tahu-tahu bangun malam pukul 23.00 buka grup dah ada PR. Ngebut deh! Tancap gas motor kenceng-kenceng!
“Iya!” jawab saya, padahal saya ingin buru-buru menyiapkan sesuatu untuk ulang tahun IIDN yang ketiga kali ini yang jatuh juga tepat di hari Jumat. Tuh kan, Jumat lagi? Kenapa ya? Kan, sayanya harus tancep gas lagi kenceng-kenceng.
Toleh kanan kiri. Aman. Anak-anak sudah tidur. Semoga tak cepat bangun seperti hari kemarin karena hidung buntu dan mbeler karena habis kehujanan. Sang kakak biasa tidur 3 jam, sang adik 2 jam. Cukuplah untuk buat sesuatu yang spesial untuk HUT IIDN.
Saya ambil kertas lipat, mainan anak, isolasi, dan gunting. Sambil SMS an juga sih ngerjainnya, koordinasi untuk kegiatan pekan depan. HP bergetar dan ada telepon masuk. Tidak saya angkat karena suara saya bisa mengangetkan anak-anak. Kacau dong jadinya.
“Duh perutku keroncongan begini ya?” pikirku dalam hati. Maklum, beras lagi habis dan hari ini masak nasi hanya cukup untuk sarapan dan makan sore anak dan suami. Saya hanya kebagian sarapan saja, itupun bukan porsi seperti biasanya. Ambil sedikit saja, meski untuk ibu menyusui kayak saya pasti kurang karena lapar mudah mendera. Nggak papalah. Yang penting anak dan suami kenyang.
“Tapi, kalau aku bikin mie goreng, waktunya akan habis. Belum suara wajan dan sutil yang berpadu serta bau mie yang matang, pasti akan membangunkan anak-anakku,” pikirku lagi. Akhirnya perut tetap kosong. Tak ada makan siang. Padahal setiap hari pukul 11.00 saya sudah kenyang. Nasib, nasib!
Menggunting dan menempel hampir selesai. Kurang beberapa tempelan saja dan siap untuk dijepret. Maksudnya diambil gambar. Kamera kebetulan tidak ada di rumah, sedang dibawa pengasuh di daycare, maka ntar jepretnya pakai HP saja lah.
Saya masih merasakan perut tak berisi seperti tong yang melompong. Mau ambil kue yang kusediakan untuk anak yang sulung,  saya urungkan niatnya karena itu akan dibawa ketika pas acara siang nanti sampai sore.  Saya lihat sekeliling rumah mencari camilan. Aha! Ada macaroni goreng dalam plastik biasa dijual dengan harga 500 rupiah. Saya mengambil 1 bungkus saja meski ada dua.
“Kriuk, kriuk!”
“E e e, eaaaaaa,” suara anak sulung saya melengking seperti merintih.
“Waduh, kok pakai berisik segala sih?” batin saya sambil saya langsung menyamperin dia. Saya elus-elus agar tidur lagi dan tidak mengganggu adiknya yang masih tidur.
Eh, dari masjid dekat rumah tiba-tiba terdengar suara MC menggelegar mengajak kaum bapak dan lelaki lainnya untuk shalat Jumat. Sang adik bangun, menyusu. Semoga tidur kembali. Namun, sang kakak cemburunya kumat.
“Bunda hadap mas Qowiyy saja, nggak usah ke Nasywah,” rengeknya.
“Eh, Mas, adik kan haus. Ngomongnya pelan ya, biar adik tidur lagi.”
“Eh, a, pa-pa,” sang adik berceloteh. Matanya langsung berbinar dan senyam senyum melihat kakaknya. Alamat mereka tak akan tidur lagi. Di luar kamar masih berantakan gunting dan teman-temannya. Kan belum selesai aku membuat sesuatu untuk HUT IIDN kali ini. Percuma ditidurin kembali, wong di masjid masih terdengar adzan sekali lagi, belum khotbah Jumat, dan suara imam memimpin sholat Jumat berjamaah. Pasti juga takkan nyenyak tidurnya. Akhirnya saya temani mereka berdua di dalam kamar. Tak ada tanda-tanda mengantuk lagi di kedua mata anak-anak saya. Padahal mereka baru tidur 1 jam-an saja.
“Bunda lagi buat apa itu?” sang kakak nggak betah di kamar, ngacir ke depan dan melihat apa yang sudah saya buat meski belum sempurna.
“Biarin ya, jangan disentuh, itu belum jadi, ntar sebentar lagi setelah bunda foto bisa dimainin lagi,” teriak saya dari kamar. Namun, karena masih khawatir dirusak saya segera ke depan menggendong si kecil satunya lagi. Kali ini ganti sang adik yang rasa ingin tahunya muncul. Sang kakak ternyata menurut. Dalam pangkuan saya sang adik menggeliat-menggeliat, berontak, ingin meraih gunting dan spidol yang gantian saya pegang untuk menyelesaikan pekerjaan saya yang belum selesai. Harus segera dituntaskan. Bayi saya 9 bulan itu memang aktif.
“Sebentar ya Nak, dikit lagi nih,” kata saya sambil terus sambil menggunting, menulis, dan menempel.
“Ah, adik, jangan ditarik keretanya! Ntar rusak, ini punya mas Qowiyy!” teriak sang kakak marah. Ih, tapi ge-er dia. Kan keretanya bukan untuk dia. Saya juga sih yang salah, pinjam mainannya tak pakai ijin.
“Maafin Bunda ya Mas. Habis difoto keretanya bisa buat mas.”
Dan ta-ra! Kereta api IIDN nya sudah jadi nih. Lihat! Maaf ya mbak Indari Mastuti bikinnya buru-buru, motretnya juga sambil gendong sang bayi. Begini deh jadinya!
Kereta api IIDN buatanku!

Yang di kepala gerbong ada masinisnya. Maaf ya mbak, bukan berarti si beruang itu adalah mbak. Mbak Indari tetap founder IIDN dan Indscript Creative yang benar-benar kreatif. Maaf ya teh Lygia Pecanduhujan, bukan berarti yang nangkring di gerbong kedua itu adalah teteh. Teh Lygia yang asli mah tetap cantik dan luar biasa. Mbak Nunu, juga begitu ya, jangan diambil hati ya jika yang numpang di gerbong ketiga itu gambarnya buaya. Hiks!

He, he, he. Jadi, apa sih yang Anda bisa katakan tentang kereta api? Punya gerbong kah? Panjang kah? Ada masinisnya kah? Penumpangnya banyak kah? That’s right! Kereta api memang seperti itu. Komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis yang dikomandani oleh Indari Mastuti bisa dikatakan seperti kereta api. Punya kepala gerbong yaitu IIDN itu sendiri, ada masinisnya, ya Mbak Indari Mastuti, dan ada penumpangnya yaitu ibu-ibu yang semakin hari semakin gila menulis. Sudah 6.600 lebih penumpang berada dalam kereta api IIDN ini. Dan pastinya jumlah ini akan semakin bertambah dan memungkinkan pihak IIDN menambah gerbong sehingga akan semakin panjang keretanya. Kesuksesan acara Writerpreneur Buku Laris Rejeki Manis dan Writerpreneur Artikel yang dikampanyekan terus sama Teh LygiaPecanduhujan sebagai Markom IIDN diyakini juga ikut memperpanjang deretan gerbong kereta api IIDN ini. Anggotanya tak cukup yang ada di nusantara saja. Di luar negeri juga beterbaran penulis jebolan IIDN yang luar biasa.
Kereta api. Mari sejenak kita amati kereta api dengan lebih teliti! Untuk tujuan Depok-Jakarta Kota saja, apakah masinis yang berada di kepala gerbong akan mengendalikan keretanya di luar rute yang telah ditentukan? Tentu tidak! Lalu, apakah gerbong-gerbong di belakangnya akan turut serta menuju Jakarta Kota? Ya, iyalah! Kok bisa?
Itulah hebatnya kereta api. Sehebat IIDN ini. Ada ikatan yang menghubungkan antara gerbong satu dengan gerbong yang lainnya sehingga tidak terputus bahkan berjalan bersama. Lihat saja dan terus scroll ke bawah wall IIDN-Interaktif. Isinya saling menyapa, saling memotivasi, saling membantu, tapi juga saling kompetisi dalam kebaikan. Jelas, dong! Penumpang kereta api juga berkompetisi mencari tempat duduk yang enak. Rebutan agar tidak sampai berdiri.
Tiket untuk bisa naik kendaraan ini pun terbilang murah. Bahkan memang benar-benar gratis, segingga kita bisa naik dengan percuma. IIDN tidak terbagi atas kelas eksekutif, bisnis, ataupun ekonomi. IIDN untuk semua ibu-ibu, bahkan untuk calon ibu. Syaratnya juga gampang, pokoknya tertarik untuk menulis meskipun belum pernah menulis sama sekali. Bahkan lebih gampang lagi “suka bergabung dengan komunitas perempuan”! Gampang banget, kan?

So, tunggu apa lagi! Yang belum gabung, segera deh naik kereta apinya! Kan, keretaku tak berhenti lama?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar