Selasa, 11 November 2014

Magang


                Sering dong mendengar kata “magang”? Biasanya identik dengan pegawai baru di sebuah kantor atau perusahaan, sebelum menjalani tugas utamanya ada kegiatan magang yang harus diikuti. Kata “magang” juga sangat erat kaitannya dengan anak setara SMA yang selama beberapa bulan membantu pekerjaan di sebuah kantor atau perusahaan. Wajar kali!

                Ini magang lain dari yang lain. Peserta magangnya anak-anak usia 9 tahunan. Semangat mereka belajar dan berlatih menjalani hidup sangat tinggi. Diantar ibunya ke sebuah warung mie ayam, anak-anak tersebut belajar sekalian praktik bagaimana mencuci mangkuk untuk tempat mie ayam, mengantarkan mie ayam pesanan pembeli yang sudah menunggu, dsb. Asyik sekali. Anak-anak tak merasa keberatan. Tentu banyak cerita yang bisa diungkapkan.

                Ehm, jadi ingat ketika sulung saya juga ikut-ikutan membantu saya membungkus mainan yang telah dibeli orang. Dia bantu membuka lakbannya, menyiapkan amplop besarnya, membawakan kardusnya, dan menggunting lakban yang sisa setelah dipakai membungkus. Dia pun membantu menuliskan alamat pembeli meski tak bisa dibaca pada akhirnya.Tapi beginilah magang.

              Zaman semakin maju dan canggih. Nampak memberikan banyak kemudahan. Namun, jika tergerus zaman yang serba mudah ini, ada kekhawatiran anak tumbuh dengan pribadi manja. Apa-apa minta dengan cepat dan enak. Kemudahan zaman malah menjadikan anak malas. Memang segalanya serba mudah sekarang, namun sejatinya kompetisi hidup semakin berat. Jika anak-anak tak terbiasa tahan banting dan bekerja keras, pada akhirnya juga akan terlindas.

           Magang sejak dini, bagus untuk melatih mental anak bagaimana ke depan tantangan makin besar. Bahwa untuk bertahan hidup perlu upaya yang sungguh-sungguh dan berani untuk melakukannya. Dengan magang di penjual mie ayam, anak jadi mengerti bahwa skill dasar hidup harus dimiliki. Daya juang tak bisa melempem jika ingin terus menatap dunia. Tak zamannya lagi berlega-lega dan bertopang dagu saja. Pencet gadget kesana kemari tanpa tujuan yang jelas pula. Anak-anak harus merasakan bagaimana perjuangan hidup sesungguhnya.


             Magang langsung dalam perjalanan kehidupan akan menguatkan mental anak sejak dini. Magang tak lagi untuk anak SMA atau pegawai baru di perkantoran dan perusahan. Berani terima tantangan anak Anda untuk magang?

2 komentar:

  1. Masa-masa magang emang jadi maa tersulit, Mak, soalnya suka disuruh ini-itu sama yang senior-senior. Tapi dari situlah kita bisa paham susahnya cari duit :D

    http://thehappymimi.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. Nah kalau di barat, setahu saya tradisi menitipkan anak buat magang kayaknya udah berjalan deh, atau di china ya?

    Iya nih di Indonesia perlu ditradisikan nitip anak buat magang eh tapi kalau warung2 Batak "ucok" udah melakukan tradisi itu kayaknya

    BalasHapus