Anak memang perhiasan dunia. Namun, di
sisi lain anak juga bisa menjadi fitnah jika tak sungguh-sungguh merawat dan
membesarkannya. Dalam bingkai taqwa, dalam karakter bagus, bekal hidupnya.
Kepribadian yang mempesona, menjadi kebanggaan orang tuanya. Tentu,
karakter-karakter ini tak bisa tumbuh begitu saja. Harus ada upaya ekstra
bahkan membutuhkan milyaran tenaga.
1.
Orang tua sebagai pelatih. Ini adalah
cara pertama bagaimana agar anak mampu terbentuk karakternya. Kesalahan orang
tua selama ini adalah orang tua hanya bertindak sebagai pengingat saja. Hanya
kognitif. Anak berlaku salah hanya diingatkan saja. Padahal untuk menumbuhkan
karakter positif, orang tua harus melatihnya. Anak bagaikan semen yang mudah
dibentuk. Untuk bisa membentuk kepribadiannya yang baik harus sejak dini dan
terus-menerus melatihnya. Jika sudah mengeras sulit untuk membentuknya. Sudah
sering orang tua juga berlaku keliru dengan menempatkan diri pada posisi yang
salah. Orang tua sebagai teman. Padahal sebenarnya orang tua adalah manajer.
Akibatnya, pekerjaan rumah anak pun orang tua yang mengerjakannya dengan alasan
yang tak masuk akal pula. Anak sudah lelah, kata mereka.
2.
Orang tua adalah yang pertama. Perlu
diingat, orang tua adalah teladan yang paling nyata dan terdekat bagi
anak-anak. Ketika ingin menumbuhkan karakter baik, maka terlebih dulu orang
tuanya lah yang seharusnya sudah berkarakter demikian. Selain itu, hal ini juga
menyangkut masalah kekonsistenan. Anak akan melihat apakah orang tuanya juga
melakukan apa yang mereka katakan dan latihkan kepadanya. Sekali tidak
konsisten, tak ada lagi kepercayaan pada diri anak tentang orang tua mereka,
dan karakter apapun yang akan orang tua tumbuhkan tak akan subur
pertumbuhannya.
3.
Reality
is a teacher. Biarkan kenyataan adalah guru bagi
anak. Misalkan orang tua ingin menumbuhkan karakter jujur pada diri si anak.
Suatu saat si anak kepergok bohong di hadapan gurunya. Dia sebenarnya telah
menghilangkan buku perpustakaan, namun si anak berkata bahwa bukunya dipinjam
temannya dan dihilangkannya. Maka, sebagai orang tua yang baik seharusnya
memaksa anaknya untuk meminta maaf kepada gurunya atas kebohongannya. Lalu
berkata jujur apa adanya. Ingat! Bukan orang tuanya yang bicara. Orang tua
hanya mengantarkan ke meja guru, lalu membiarkan anak untuk berkata sebenarnya.
Tentang kemungkinan bahwa anaknya akan mendapat teguran atau kemarahan, biar
anak merasakannya. Justru inilah yang menjadi guru untuk si anak agar tidak
mengulangi perbuatannya.
4.
Hilangkan kesukaannya. Cara ini
dilakukan jika anak dan orang tua sudah sepakat untuk menumbuhkan karakter
tertentu namun anak melanggar aturan mainnya. Misal tentang tanggung jawab
membersihkan rumah dengan menyapu setiap hari. Jika suatu hari didapati anak
tidak melakukannya, maka orang tua boleh mengurangi uang sakunya. Akan lebih
baik jika jatah uang saku hari itu diberikan kepada anak yang lain yang telah
menggantikan tanggung jawabnya menyapu rumah. Dengan sepengetahuannya. Ketika
anak berontak, arahkan sekali, lalu balikkan tubuh Anda, kemudian pergi. Jika
dia masih tak terima, ulangi lagi prosedurnya. Arahkan sekali, balikkan tubuh,
lalu pergi. Lama-lama anak akan merasa tak nyaman dengan kondisi ini dan dia
takkan mengulanginya lagi.
Sungguh, membentuk karakter tak seperti
membalikkan telapak tangan. Orang tua harus cerdik bagaimana anak tak
termanjakan hidupnya. Anak harus sadar bahwa hidup tak hanya dijalani bagai air
mengalir. Ada kaidah-kaidah yang membutuhkan karakter untuk menopangnya. Dan
Anda, para orang tua, adalah pistol yang bisa membidik anak menuju karakter
luar biasanya. Selamat mencoba!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar