Jumat, 22 Februari 2013

Bukan Sekedar Membalik Telapak Tangan


Anak memang perhiasan dunia. Namun, di sisi lain anak juga bisa menjadi fitnah jika tak sungguh-sungguh merawat dan membesarkannya. Dalam bingkai taqwa, dalam karakter bagus, bekal hidupnya. Kepribadian yang mempesona, menjadi kebanggaan orang tuanya. Tentu, karakter-karakter ini tak bisa tumbuh begitu saja. Harus ada upaya ekstra bahkan membutuhkan milyaran tenaga.


1.      Orang tua sebagai pelatih. Ini adalah cara pertama bagaimana agar anak mampu terbentuk karakternya. Kesalahan orang tua selama ini adalah orang tua hanya bertindak sebagai pengingat saja. Hanya kognitif. Anak berlaku salah hanya diingatkan saja. Padahal untuk menumbuhkan karakter positif, orang tua harus melatihnya. Anak bagaikan semen yang mudah dibentuk. Untuk bisa membentuk kepribadiannya yang baik harus sejak dini dan terus-menerus melatihnya. Jika sudah mengeras sulit untuk membentuknya. Sudah sering orang tua juga berlaku keliru dengan menempatkan diri pada posisi yang salah. Orang tua sebagai teman. Padahal sebenarnya orang tua adalah manajer. Akibatnya, pekerjaan rumah anak pun orang tua yang mengerjakannya dengan alasan yang tak masuk akal pula. Anak sudah lelah, kata mereka.
2.      Orang tua adalah yang pertama. Perlu diingat, orang tua adalah teladan yang paling nyata dan terdekat bagi anak-anak. Ketika ingin menumbuhkan karakter baik, maka terlebih dulu orang tuanya lah yang seharusnya sudah berkarakter demikian. Selain itu, hal ini juga menyangkut masalah kekonsistenan. Anak akan melihat apakah orang tuanya juga melakukan apa yang mereka katakan dan latihkan kepadanya. Sekali tidak konsisten, tak ada lagi kepercayaan pada diri anak tentang orang tua mereka, dan karakter apapun yang akan orang tua tumbuhkan tak akan subur pertumbuhannya.
3.      Reality is a teacher. Biarkan kenyataan adalah guru bagi anak. Misalkan orang tua ingin menumbuhkan karakter jujur pada diri si anak. Suatu saat si anak kepergok bohong di hadapan gurunya. Dia sebenarnya telah menghilangkan buku perpustakaan, namun si anak berkata bahwa bukunya dipinjam temannya dan dihilangkannya. Maka, sebagai orang tua yang baik seharusnya memaksa anaknya untuk meminta maaf kepada gurunya atas kebohongannya. Lalu berkata jujur apa adanya. Ingat! Bukan orang tuanya yang bicara. Orang tua hanya mengantarkan ke meja guru, lalu membiarkan anak untuk berkata sebenarnya. Tentang kemungkinan bahwa anaknya akan mendapat teguran atau kemarahan, biar anak merasakannya. Justru inilah yang menjadi guru untuk si anak agar tidak mengulangi perbuatannya.
4.      Hilangkan kesukaannya. Cara ini dilakukan jika anak dan orang tua sudah sepakat untuk menumbuhkan karakter tertentu namun anak melanggar aturan mainnya. Misal tentang tanggung jawab membersihkan rumah dengan menyapu setiap hari. Jika suatu hari didapati anak tidak melakukannya, maka orang tua boleh mengurangi uang sakunya. Akan lebih baik jika jatah uang saku hari itu diberikan kepada anak yang lain yang telah menggantikan tanggung jawabnya menyapu rumah. Dengan sepengetahuannya. Ketika anak berontak, arahkan sekali, lalu balikkan tubuh Anda, kemudian pergi. Jika dia masih tak terima, ulangi lagi prosedurnya. Arahkan sekali, balikkan tubuh, lalu pergi. Lama-lama anak akan merasa tak nyaman dengan kondisi ini dan dia takkan mengulanginya lagi.
Sungguh, membentuk karakter tak seperti membalikkan telapak tangan. Orang tua harus cerdik bagaimana anak tak termanjakan hidupnya. Anak harus sadar bahwa hidup tak hanya dijalani bagai air mengalir. Ada kaidah-kaidah yang membutuhkan karakter untuk menopangnya. Dan Anda, para orang tua, adalah pistol yang bisa membidik anak menuju karakter luar biasanya. Selamat mencoba!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar