Jumat, 22 Februari 2013

Ketika Kata “Mengapa” Menjadi Kata Favorit Anak


“Eh, Bibi sedang buat gambar kuda ya?” tanya Pras ketika usianya 4 tahun.
“Iya, ada apa?”
“Ehm, mengapa kuda kakinya 4?”
“Ya emang Allah ngasihnya 4, biar bisa lari kencang. Kalau kakinya 2 bukan kuda, tapi ayam.”
“Lalu, mengapa Allah nggak adil kasih ayam kakinya cuma 2?”
“Nggak, Allah adil kok. Karena ayam berbeda dengan kuda. Kalau kakinya 4 jadi ayam aneh.”
“Mengapa aneh?”
Bibinya Pras kelimpungan menjawab. Pertanyaan “mengapa” membuatnya harus sedikit memeras otak. Padahal dari anak kecil.
O, o. Mulai sekarang berhentilah menganggap bahwa anak kecil hanyalah sebatas anak kecil saja. Anak yang polos, putih, tak tahu dan tak mau tahu dengan yang terjadi di sekelilingnya. Tidak. Anak bisa bertingkah sebaliknya. Rasa ingin tahunya yang besar seolah tak terbendung. Ingin mencoba apa saja, mau bertanya apa saja. Ini harus didukung, bahkan distimulus agar perkembangan berpikir anak bisa melejit bagai roket menuju angkasa. Bagaimana caranya?


Pertama, rangsang visual anak dengan gambar-gambar di rumah. Bisa ditempel di dinding-dinding, atau dengan memperbanyak buku bergambar dan berwarna di perpustakaan rumah. Biasanya anak akan memulai pertanyaannya,”Ini apa ayah? Ini apa bunda?” Namun, sekali Anda menjawab maka akan memunculkan pertanyaan berikutnya. Salah satunya melibatkan kata “mengapa”. Teruslah berusaha menjawab dan ketika terkadang menemukan jalan buntu untuk menelurkan jawaban, katakan pada anak bahwa Anda akan mencari jawabannya. Hilangkan anggapan bahwa anak cerewet, anak banyak tanya, anak kurang kerjaan.
Kedua, jadilah orang tua yang sering bertanya “mengapa” juga. Tak dipungkiri bahwa anak adalah replika atau jiplakan orang tuanya. Jika Anda ingin anak Anda terasah pola pikirnya, maka semua dimulai dari ayah bundanya. Tak ada salahnya jika orang tua ketika bermain dan belajar bersama anaknya memulai untuk bertanya. Misalkan apa yang pernah saya lakukan. “Qowiyy, tahu tidak mengapa pepaya baik untuk kesehatan?” Mungkin anak tak langsung menjawab. Biarkan saja. Coba rangsang dengan pertanyaan penggali selanjutnya. “Ehm, mata Qowiyy mengapa bisa berbinar dan sehat?” Demikian seterusnya. Jika terus diasah dan dicontohkan, maka anak pun dengan mudah pula akan menirunya. Orang tua juga bisa bertanya “mengapa” dari dongeng-dongeng yang diceritakan kepada anak-anak mereka atau ketika mengajak mereka bertafakur alam.
Ketiga, biasakan ada forum keluarga seminggu atau dua minggu sekali untuk membicarakan keinginan masing-masing selama waktu itu. Dalam forum, setiap anggota keluarga bebas mengutarakan dan bahkan bertanya “mengapa” kepada anggota keluarga yang lain tentang alasan keinginannya. Misalkan, anak dalam seminggu ingin belajar memasak, maka ayah boleh bertanya,”Mengapa kamu ingin belajar memasak?” Anak pun berusaha mengutarakan alasannya. Demikian juga anak boleh bertanya hal yang sama tentang keinginan ayahnya atau yang lainnya.
Keempat, pujilah setiap kali anak bertanya “mengapa” atau bertanya yang lainnya. Sekali dipuji maka aka nada pengulangan tindakan yang akan dilakukan anak Anda. Dia akan terus bertanya. Tentu, hal ini berlaku pula sebaliknya. Ketika anak berhasil menjawab pertanyaan orang tuanya, maka pujilah perbuatannya itu. Maka, anak pun akan aktif mengungkapkan jawabannya.
Begitulah! Anda, para orang tua layak merasa bahagia, ketika kata “mengapa” menjadi kata favorit anak Anda.

2 komentar:

  1. share yang bagus sekali mbak Henny... penting untuk diingat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. moga bisa diamalkan bersama-sama ya. alhamdulillah anak saya Qowiyy meski belum terbiasa bertanya mengapa, tapi dia punya kosakata lain yang senada dengan mengapa, yaitu "kok ... sih?", misal kok jalannya gitu sih?

      Hapus