Kehadiran
Qowiyy dalam rumah tangga saya memang memberi kebahagiaan. Namun, dibalik semua
itu ada kesedihan yang mendalam juga saya rasakan. Ketika Qowiyy berusia 3 bulan
terpaksa harus berpisah dengan ayahnya. Ayahnya ke Depok menjalani pekerjaan
baru sebagai PNS. Mau nyusul, tapi harus nunggu cukup uang sakunya ke sana.
Suami belum digaji. Banting tulang dengan mengisi training sana sisi, syukurlah
saya dan Qowiyy akhirnya bisa sampai di Depok.
Selama
3 bulan Qowiyy tak mendengarkan dongeng dan kidung dari ayahnya. Sebenarnya
inilah yang membuat saya sedih. Dan tambah sedih lagi,ketika sampai di Depok,
terdengar kabar bahwa suami harus prajab selama 2 minggu. Kondisi kontrakan itu
sangat tidak menyenangkan. Setiap hari aku tutup jendela dan tirainya karena di
depan kontrakan sering ada anak muda mabuk-mabukan. Dan tiap hari pula aku
setel murottal kenceng-kenceng. Belum lagi sebelah kontrakan tepat suka banget
nyetel musik keras-keras. Saingan deh!
Dua
minggu itu berjalan sangat lambat dan lama. Dan yang pasti repot sendiri, meski
tak serepot sekarang. Bermain sendiri bersama Qowiyy di rumah. Bete karena tak
ada kegiatan luar yang bisa membuat waktu berjalan cepat. Selain itu juga
ngeri. Belakang kontrakan banyak pohon bambu dan sungai Ciliwung. Saat itu
musim penghujan. Kalau angin kencang mengerikan. Berdua sama Qowiyy di kamar
dari jelang ashar sampai subuh tiba. Kalau saya mau mandi, Qowiyy yang sudah
bisa guling-guling itu dipagari dua bantal.
Hingga hujan
deras itu menyapa malam-malam. Aliran sungai Ciliwung terdengar deras. Saya memeluk
Qowiyy biar hangat. Malam terakhir menanti ayahnya pulang keesokan harinya. Tak
sabar rasanya malam berlalu dan kami bersama mendidik dan mengasuh Qowiyy.
Namun, malam itu benar-benar menguras tenaga saya. Untung, saya membuka pintu
kamar dan hendak ke kamar mandi. Air sudah mengalir ke dalam rumah dari pintu belakang.
Saya buru-buru mengamankan barang-barang di kamar. Khawatir banjir. Maklum
belum punya almari. Semua baju ada di kardus dan semuanya ditaruh di lantai. Saya
angkat kardus-kardus itu ke kasur cepat-cepat. Keringat mulai berkucuran. Air
semakin mendekati kamar. Qowiyy terbangun dan menangis. Tapi isi rumah juga
harus diselamatkan.
Saya
hampir putus asa. Air sudah masuk ke kamar dan ruang tamu. Saya tak tahu
bagaimana menghentikan laju air dan banyaknya. Untunglah saya ingat sesuatu.
Ya! Lubang air di teras belakang. Saya lupa telah menutupnya dengan ember
berisi air karena sorenya keluar tikus besar dari lubang itu dan berkeliaran di
dalam rumah. Hi! Ngeri dan menjijikkan.
Seketika
saya menuju teras belakang yang gelap. Saya angkat embernya. Qowiyy
meronta-ronta saya biarkan saja. Saya pun langsung membersihkan air yang sudah
terlanjur masuk ke dalam rumah. Memeras kain pel sampai berkali sambil terus
menghibur Qowiyy yang masih menangis. Ada sekitar 1 jam lebih saya membersihkan
rumah. Benar-benar tak bisa meninggalkan si kecil khawatir kotornya rumah malah
jadi biang penyakit. Keringat menetes di mana-mana. Baju sudah ikut basah. Air
mata pun takkuasa dibendung. Saya menangis. Berharap suami bisa pulang malam
itu juga.
Pukul
22.00 rumah sudah bersih. Saya lihat Qowiyy dia rupanya tertidur sendiri. Dia
lelah menangis. Saya pandangi wajahnya tambah membuat saya tak bisa memejamkan
mata walaupun sebenarnya saya juga sangat lelah. Saya merenungi kejadian yang
baru saja terjadi. Betapa semuanya indah. Menjadi ibu 2 minggu tanpa suami mendidik dan mengasuh anak memang melelahkan. Namun, bahagianya lebih besar. Berjuang yang terbaik untuk anak ketika sendirian makin menyadarkan diri betapa beruntungnya bisa menjadi ibu. Sekaligus mengajarkan kepada anak begitulah hidup sesungguhnya. Ya, bersyukur dengan keadaan yang ada. Untung ya bukan banjir
betulan yang besar!
Haduh.. terbayang deh Mbak betapa paniknya.. alhamdulillah ya masih bisa teratasi banjirnya..
BalasHapusMenjadi ibu memang memberikan kebahagiaan yang tak terkira ya, Mbak :)
saya juga pernah mengalaminya mak, saat itu usia anak saya 6 bulan. Hanya saja, saya di rumah tdk berdua saja dgn anak, tapi ada suami saya, ibu mertua dan adik ipar karena kebetulan kami sedang di rumah ibu mertua saya.
BalasHapus